PENANAMAN BUDAYA LITERASI MELALUI MEMBACA DAN MENULIS LIRIK LAGU DALAM
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS RENDAH
Yan Firmansyah, M.Pd
SDN Duri Kosambi 06 Pagi, Cengkareng-Jakarta Barat
yanfirmansyah88@gmail.com
ABSTRAK
Membaca
dan menulis permulaan merupakan suatu bekal bagi siswa di kelas rendah untuk
melanjutkan pembelajaran pada tingkatan kelas selanjutnya. Mengingat pentingnya
hal tersebut, perlu adanya suatu upaya dari guru untuk mereduksi kemungkinan
adanya rasa malas pada siswa kelas rendah untuk belajar membaca dan menulis
permulaan. Lagu merupakan salah satu alat yang dapat dijadikan untuk
menumbuhkan motivasi siswa untuk belajar membaca dan menulis. Dengan bernyanyi,
suasana kelas akan menjadi lebih menyenangkan, dan pada saat itulah anak
dituntun untuk membaca kata demi kata dalam lirik lagu yang dinyanyikan dan
menuliskannya dalam buku catatan masing-masing. Proses ini merupakan bagian
dari upaya yang dapat dilakukan guru dalam penanaman budaya literasi sejak dini
pada siswa. Dengan memperhatikan kompetensi yang harus dicapai siswa dalam
literasi, prinsip literasi, tingkatan literasi, karakteristik penggunaan lagu
dalam pembelajaran, dan tentunya prinsip membaca dan menulis permulaan, dapat
disusun suatu langkah pembelajaran membaca dan menulis lirik lagu di kelas
rendah dalam upaya penanaman budaya literasi. Salah satu prosedur pembelajaran
yang dapat disusun adalah dengan memperhatikan 1). pemilihan lagu, 2). isi
lagu, 3.) proses bernyanyi, 4). pengucapan lagu, 5). gerak dan ekpresi, 6).
membaca lirik lagu, dan 7). menuliskan lirik lagu.
Kata
Kunci: literasi, lirik lagu, membaca, menulis, kelas rendah
PENDAHULUAN
Budaya
literasi dapat ditanamkan sedini mungkin oleh para pendidik melalui
pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas. Literasi yang kerap secara awam
didefinisikan sebagai kemampuan menulis dan membaca, kini menjelma sebagai
sesuatu yang berkembang secara dinamis dengan berbagai kemampuan terkait di
dalamnya. Meskipun perkembangannya sudah mulai dijadikan topik oleh para
penggiat pendidikan khususnya dalam dunia literasi itu sendiri, nampaknya untuk
makna literasi secara awam pun Indonesia adalah negara yang masih jauh
ketinggalan untuk disebut sebagai negara yang berbudaya literasi jika
dibandingkan dengan negara-negara lain.
Kegiatan
membaca dan menulis, adalah kegiatan yang masih sulit menjadi budaya
masyarakat, namun terus digalakkan oleh berbagai kalangan yang masih peduli
dengan nasib generasi bangsa. Mengingat data dari Association For the
Educational Achievement (IAEA), mencatat bahwa pada 1992 Finlandia dan
Jepang sudah termasuk negara dengan tingkat membaca tertinggi di dunia.
Sementara itu, dari 30 negara, Indonesia berada pada peringkat dua terbawah.
Sebuah survey dari program for international students assessment (PISA)
dalam pertama kali keikutsertaannya pada tahun 1997 Indonesia survey tentang
budaya literasi, Indonesia menempati peringkat 40 dari 41 negara yang
berpartisipasi. Selanjutnya pada tahun 2000 dalam survey yang sama Indonesia
menempati peringkat 64 dari 65 negara partisipan. (Ali, 2014,
https://haidarism.wordpress.com) Survey tersebut sudah cukup menjelaskan
kurangnya budaya literasi di Indonesia, bahkan kita kalah tingkat literasinya
dengan negara-negara ASEAN yang lain sekalipun Vietnam, negara yang jauh lebih
muda kemerdekaannya dibandingkan Indonesia. Oleh karena itulah perlu adanya
suatu kesadaran khususnya dari para pendidik untuk meningkatkan minat membaca
di kalangan siswa-siswanya yang diikuti dengan pembiasaan dan upaya peningkatan
minat menulis sehingga siswa mampu menghasilkan sebuah karya.
Ada
banyak hal yang dapat dilakukan guru sebagai upaya penanaman budaya literasi dalam
proses pembelajaran. Salahsatunya adalah dengan menggunakan lagu. Lagu adalah
salah satu “barang” menarik bagi anak, dan bernyanyi adalah suatu kegiatan yang
menyenangkan bagi mereka. Suasana menyenangkan saat berlangsungnya proses
pembelajaran sangat dibutuhkan oleh para siswa dalam menangkap pelajaran yang
disampaikan oleh guru maupun menjalankan setiap tugas yang diberikan oleh guru
ketika berada di dalam kelas.
Di
kelas rendah, lagu merupakan alat yang kerap kali digunakan guru untuk menarik
perhatian siswa, menertibkan cara duduk siswa, atau mengembalikan semangat
belajar siswa. Melalui aktivitas bernyanyi, guru juga dapat memotivasi siswa
untuk melakukan aktivitas membaca dan menulis. Bahan tulisan yang bisa
digunakan guru adalah lirik lagu yang dinyanyikan sebelum proses baca tulis
berlangsung. Ini merupakan suatu upaya yang dapat dilakukan guna menciptakan
suasana yang menyenangkan untuk anak ketika mereka belajar membaca dan menulis
permulaan. Lebih jauhnya, apabila dilihat dari tujuan jangka panjang, proses
ini menjadi suatu upaya penanaman budaya literasi bagi siswa di sekolah dasar.
Melalui lagu yang mereka sukai, mereka dilatih untuk menyukai kebiasaan menulis
dan membaca.
Menulis
permulaan merupakan dasar pengajaran yang pertama kali diajarkan guru kepada
anak kelas satu dan dua. Keterampilan pembelajaran menulis permulaan
disajikan bersama dengan membaca permulaan sehingga sering di sebut dengan
kegiatan membaca dan menulis permulaan. Pada umumnya tujuan dari penulisan
permulaan ini adalah mengajarkan anak menulis supaya anak bisa menulis dengan
benar.Namun dalam menulis permulaan ini bisanya dilaksanakan setelah atau
bersamaan dengan belajar membaca permulaan pada anak kelas satu. Karena anak
yang bisa membaca akan mempermudah pembelajaran anak dalam menulis permulaan.
Dalam pembelajaran di kelas rendah yang paling mendasar adalah keterampilan
membaca dan menulis, karena hal tersebut merupakan dasar pelajaran bagi kelas
selanjutnya. Sehinga dalam pembelajaran menulis dan membaca permulaan ini
keterampilan guru sebagai pengajar yang pertama bagi siswa kelas rendah harus
sangat penuh dengan perhatian kepada anak.
Permasalahan
yang kerap ditemukan oleh para guru yang mengajar di kelas rendah sekolah dasar
adalah munculnya rasa malas dari siswa untuk melakukan kegiatan menulis dan
membaca. Terlebih untuk menyenangi membaca buku. Apabila hal ini dibiarkan,
Indonesia akan semakin lama menyandang julukan negara dengan tingkat minat baca
yang rendah. Data UNESCO tahun 2011 saja menyebutkan bahwa minat baca
masyarakat Indonesia sangat minim, dari seribu orang penduduk hanya satu yang
punya minat baca tinggi. Ini tentu sangat memprihatinkan. (Ardianto, 2015,
http://guraru.org) Banyak faktor yang mendasari terjadinya hal tersebut, adalah
salah satunya perkembangan teknologi yang merambah dunia anak-anak dalam bentuk
permainan atau game. Waktu berjam-jam bisa dihabiskan oleh mereka untuk
menyelesaikan sebuah permainan atau mungkin mengulang-ulangnya sampai mereka
mencapai tingkat kepuasan atau kejenuhan tertentu pada permainan tersebut.
Selain dari factor luar pembelajaran tersebut, pembelajaran yang kerap
dilaksanakan guru untuk proses pembelajaran membaca dan menulis permulaan
adalah metode konvensional dengan hanya menuliskan sederet huruf di papan tulis
dan meminta siswa untuk menyebutkan huruf atau membaca kata demi kata yang
dituliskan guru di papan tulis. Minat atau motivasi siswa sebelum proses
membaca dan menulis dilakukan kerap tidak menjadi perhatian guru.
Melalui
lagu, diiharapkan siswa dapat memiliki motivasi yang cukup tinggi mulai dari
belajar membaca kata yang menjadi lirik lagu, sampai mereka menyelesaikan
kegiatan menuliskan lirik lagu tersebut sebagai latihan membaca dan menulis
permulaan. Lebih jauhnya lagu dapat menjadi alat dalam upaya penanaman budaya
literasi. Sebuah langkah pembelajaran dapat disusun sedemikian rupa oleh guru
dengan tentunya memperhatikan berbagai teori yang mendasari literasi,
penggunaan lagu, dan esensi dari pembelajaran membaca dan menulis permulaan di
kelas rendah. Oleh karena itu penting bagi guru yang memiliki kesadaran
menanamkan budaya literasi melalui pembelajaran untuk memahami apa dan
bagaimana sebetulnya yang menjadi prinsip dari budaya literasi yang terus
berkembang secara dinamis. Khusus untuk guru yang melakukan upaya penanaman
budaya literasi melalui pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan
menggunakan lagu, kiranya juga penting untuk memahami bagaimana penggunaan lagu
dalam pembelajaran sehingga menjadi sebuah alat yang efektif dalam meningkatkan
motivasi siswa dan menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi
siswa.
KAJIAN
TEORI
Pengertian
Literasi
Literasi
secara sederhana dikenal sebagai istilah yang berhubungan dengan kegiatan
membaca dan menulis. Sebagaimana yang dikemukakan Barton (dalam Nurgiyantoro,
2013, hlm. 120) bahwa literasi mempunyai makna yang beragam, adapun makna yang
dapat diberikan adalah “being able to read and write” atau
kemampuan untuk dapat membaca dan menulis. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam
pendidikan bahasa yang baik, seharusnya penanaman budaya literasi dilaksanakan
dengan mengikuti tujuh prinsip sebagai berikut:
1. literasi adalah
kecakapan hidup yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal
sebagai anggota masyarakat.
2. literasi mencakup
kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara
tertulis maupun lisan.
3. literasi adalah
kemampuan memecahkan masalah.
4. literasi adalah
refleksi penguasaan dan apresiasi budaya.
5. literasi adalah
kegiatan refleksi (diri).
6. literasi adalah hasil
kolaborasi.
7. literasi adalah
kegiatan untuk melakukan interpretasi atau penafsiran.
Berdasarkan
ketujuh prinsip pokok literasi tersebut, terlihat bahwa literasi bukan hanya
sekedar kemampuan membaca dan menulis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang
dimaksudkan dengan literer adalah (sesuatu yang) berhubungan dengan
tulis-menulis. Sekarang literasi atau literer memiliki definisi dan makna yang
sangat luas. Literasi bisa berarti melek teknologi, politik, berpikiran kritis,
dan peka terhadap lingkungan sekitar. Dalam bentukan kata yang lain
transliterasi adalah menyalinan dengan penggantian huruf dari abjad yang satu
ke abjad yang lain, yakni merubah bentuk tulisan ke bentuk tulisan yang lain
yang semakna. Adapun menurut definisi dari UNESCO (Salman, 2011,
http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id) dijelaskan literasi merupakan kemampuan
mengidentifikasi, memahami, menafsirkan, menciptakan, mengomunikasikan, dan
kemampuan berhitung melalui materi-materi tertulis dan variannya, Koiichiro
Matsuura (Director-General UNESCO) menjelaskan lebih dalam lagi bahwa literasi
bukan hanya sekadar membaca dan menulis, tetapi mencakup bagaimana
berkomunikasi dalam masyarakat, terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya.
Literasi
yang dalam bahasa Inggrisnya yaitu literacy berasal dari
bahasa Latin yakni littera (huruf) yang pengertiannya
melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang
menyertainya. Namun demikian, literasi utamanya berhubungan dengan bahasa dan
bagaimana bahasa itu digunakan. Adapun system bahasa tulis itu sifatnya
sekunder. Manakala berbicara mengenai bahasa, tentu tidak lepas dari
pembicaraan mengenai budaya karena bahasa itu sendiri merupakan bagian dari
budaya. Sehingga, pendefinisian istilah literasi tentunya harus mencakup unsur
yang melingkupi bahasa itu sendiri, yakni situasi sosial budayanya. Berkenaan
dengan ini Kern (2000, hlm. 16) mendefinisikan istilah literasi secara
komprehensif sebagai berikut:
Literacy
is the use of socially-, and historically-, and culturallysituated practices of
creating and interpreting meaning through texts. It entails at least a tacit
awareness of the relationships between textual conventions and their context of
use and, ideally, the ability to reflect critically on those relationships.
Because it is purpose-sensitive, literacy is dynamic – not static – and
variable across and within discourse communities and cultures. It draws on a
wide range of cognitive abilities, on knowledge of written and spoken language,
on knowledge of genres, and on cultural knowledge. (Literasi
adalah penggunaan praktik-praktik situasi sosial, dan historis, serta kultural
dalam menciptakan dan menginterpretasikan makna melalui teks. Literasi
memerlukan setidaknya sebuah kepekaan yang tak terucap tentang
hubungan-hubungan antara konvensi-konvensi tekstual dan konteks penggunaanya
serta idealnya kemampuan untuk berefleksi secara kritis tentang
hubungan-hubungan itu. Karena peka dengan maksud/tujuan, literasi itu bersifat
dinamis – tidak statis – dan dapat bervariasi di antara dan di dalam komunitas
dan kultur diskursus/wacana. Literasi memerlukan serangkaian kemampuan
kognitif, pengetahuan bahasa tulis dan lisan, pengetahuan tentang genre, dan
pengetahuan kultural). Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa literasi
memerlukan kemampuan yang kompleks.
Kompetensi
Siswa dalam Literasi
Dalam dokumen yang mendasari Strategi Literasi Nasional
DfEF tahun 1998 (dalam Wray, 2002, hlm. 2) didefinisikan kompetensi yang harus
dimiliki anak-anak dalam budaya membaca dan menulis (literasi) sebagai berikut:
1. Membaca dan menulis
dengan percaya diri, lancar, dan paham.
2. Tertarik dengan buku,
membaca dengan perasaan senang dan mengevaluasi dan membenarkan prefensi
mereka.
3. Mengetahui dan memahami
berbagai genre dalam fiksi dan puisi, dan memahami dan akrab dengan beberapa
cara yang distrukturkan oleh naratif melalui ide-ide dasar setting, karakter
dan plot sastra.
4. Memahami dan dapat
menggunakan berbagai macam jenis teks non-fiksi.
5. Mampu mengatur
berbagai isyarat dalam membaca (phonic, grafis, sintaksis,
kontekstual)
untuk memantau dan membenarkan sendiri saat mereka membaca sendiri.
6. Merencanakan, merancang,
merevisi dan mengedit tulisan mereka sendiri.
7. Memiliki minat dalam
kata-kata, makna kata, dan kosakatanya berkembang.
8. Memahami suara dan system ejaan serta menggunakannya untuk
membaca dan mengeja secara akurat.
9. Memiliki tulisan tangan yang fasih dan terbaca.
Prinsip Pendidikan
Literasi
Dalam mengembangkan pembelajaran yang menjadi upaya
penanaman literasi, diperlukan suatu pemahaman yang perlu dijadikan suatu
pertimbangan penyusunan prosedur pembelajaran tersebut. Menurut Kern (2000,
hlm.16-17) terdapat tujuh prinsip pendidikan literasi, yaitu:
1. Literasi
melibatkan interpretasi
Penulis/pembicara
dan pembaca/pendengar berpartisipasi dalam tindak interpretasi, yakni: penulis/
pembicara menginterpretasikan dunia (peristiwa, pengalaman, gagasan, perasaan,
dan lain-lain), dan pembaca/pendengar kemudian mengiterpretasikan interpretasi
penulis/pembicara dalam bentuk konsepsinya sendiri tentang dunia.
2. Literasi
melibatkan kolaborasi
Terdapat
kerjasama antara dua pihak yakni penulis/pembicara dan pembaca/ pendengar.
Kerjasama yang dimaksud itu dalam upaya mencapai suatu pemahaman bersama.
Penulis/pembicara memutuskan apa yang harus ditulis/ dikatakan atau yang tidak
perlu ditulis/dikatakan berdasarkan pemahaman mereka terhadap
pembaca/pendengarnya. Sementara pembaca/pendengar mencurahkan motivasi,
pengetahuan, dan pengalaman mereka agar dapat membuat teks penulis bermakna.
3. Literasi
melibatkan konvensi
Orang-orang
membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara itu ditentukan oleh
konvensi/kesepakatan kultural (tidak universal) yang berkembang melalui
penggunaan dan dimodifikasi untuk tujuan-tujuan individual. Konvensi di sini
mencakup aturan-aturan bahasa baik lisan maupun tertulis.
4. Literasi
melibatkan pengetahuan kultural.
Membaca
dan menulis atau menyimak dan berbicara berfungsi dalam sistem-sistem sikap,
keyakinan, kebiasaan, cita-cita, dan nilai tertentu. Sehingga orang-orang yang
berada di luar suatu sistem budaya itu rentan/beresiko salah dipahami oleh
orang-orang yang berada dalam system budaya tersebut.
5. Literasi
melibatkan pemecahan masalah.
Karena
kata-kata selalu melekat pada konteks linguistik dan situasi yang
melingkupinya, maka tindak menyimak, berbicara, membaca, dan menulis itu
melibatkan upaya membayangkan hubungan-hubungan di antara kata-kata,
frase-frase, kalimat-kalimat, unit-unit makna, teks-teks, dan dunia-dunia.
Upaya membayangkan/memikirkan/mempertimbangkan ini merupakan suatu bentuk
pemecahan masalah.
6. Literasi
melibatkan refleksi dan refleksi diri.
Pembaca/pendengar
dan penulis/pembicara memikirkan bahasa dan hubungan-hubungannya dengan dunia
dan diri mereka sendiri. Setelah mereka berada dalam situasi komunikasi mereka
memikirkan apa yang telah mereka katakan, bagaimana mengatakannya, dan mengapa
mengatakan hal tersebut.
7.
Literasi melibatkan penggunaan bahasa.
Literasi
tidaklah sebatas pada sistem-sistem bahasa (lisan/tertulis) melainkan mensyaratkan
pengetahuan tentang bagaimana bahasa itu digunakan baik dalam konteks lisan
maupun tertulis untuk menciptakan sebuah wacana
Tingkatan Literasi
Literasi
tidaklah seragam karena literasi memiliki tingkatan-tingkatan yang menanjak.
Jika seseorang sudah menguasai satu tahapan literasi maka ia memiliki pijakan
untuk naik ke tingkatan literasi berikutnya. Wells (1987, hlm. 111) menyebutkan
bahwa terdapat empat tingkatan literasi, yaitu: performative, functional,
informational, dan epistemic.
Orang
yang tingkat literasinya berada pada tingkat performatif, ia mampu membaca dan
menulis, serta berbicara dengan simbol-simbol yang digunakan (bahasa). Pada
tingkat functional orang diharapkan dapat menggunakan bahasa
untuk memenuhi kehidupan sehari-hari seperti membaca buku manual. Pada
tingkat informational orang diharapkan dapat mengakses
pengetahuan dengan bahasa. Sementara pada tingkat epistemic orang
dapat mentransformasikan pengetahuan dalam bahasa. Dengan demikian tingkatan
literasi dimulai dari tingkatan paling bawah yaitu performative,
functional, informational, dan epistemic.
Model Literasi
UNESCO
Education Sector (2013, hlm. 12-13) memasukkan enam kategori kelangsungan hidup
kemampuan literasi abad 21 yang terdiri dari:
1. Basic Literacy,
kadang-kadang disebut Literasi Fungsional (Functional Literacy), merupakan
kemampuan dasar literasi atau sistem belajar konvensional seperti bagaimana
membaca, menulis, dan melakukan perhitungan numerik dan mengoperasikan sehingga
setiap individu dapat berfungsi dan memperoleh kesempatan untuk berpartisipasi
di masyarakat.
2. Computer literacy,
merupakan seperangkat keterampilan, sikap dan pengetahuan yang diperlukan untuk
memahami dan mengoperasikan fungsi dasar teknologi informasi dan komunikasi,
termasuk perangkat dan alat-alat seperti komputer pribadi (PC), laptop, dan
sebagainya, literasi komputer biasanya dibagi menjadi hardware dan software
literasi.
3. Media Literacy,
merupakan seperangkat keterampilan, sikap dan pengetahuan yang diperlukan untuk
memahami dan memanfaatkan berbagai jenis media dan format di mana informasi
dikomunikasikan dari pengirim ke penerima, seperti gambar, suara, dan video,
dan apakah sebagai transaksi antara individu, atau sebagai transaksi massal antara
pengirim tunggal dan banyak penerima, atau, sebaliknya.
4. Distance
Learning dan E-Learning adalah istilah yang merujuk pada modalitas
pendidikan dan pelatihan yang menggunakan jaringan telekomunikasi,
khususnya world wide web dan internet, sebagai ruang kelas
virtual bukan ruang kelas fisik. Dalam distance learning dan elearning,
baik guru dan siswa berinteraksi secara online, sehingga siswa dapat
menyelesaikan penelitian dan tugas dari rumah, atau di mana saja di mana mereka
dapat memperoleh akses ke komputer dan saluran telepon.
5. Cultural Literacy. Merupakan literasi budaya yang
berarti pengetahuan, dan pemahaman, tentang bagaimana suatu negara, agama,
sebuah kelompok etnis atau suatu suku, keyakinan, simbol, perayaan, dan cara
komunikasi tradisional, penciptaan, penyimpanan, penanganan, komunikasi,
pelestarian dan pengarsipan data, informasi dan pengetahuan, menggunakan
teknologi. Sebuah elemen penting dari pemahaman literasi informasi adalah
kesadaran tentang bagaimana faktor budaya berdampak secara positif maupun
negatif dalam hal penggunaan informasi modern dan teknologi komunikasi
6. Information literacy, erat kaitannya dengan
pembelajaran untuk belajar, dan berpikir kritis, yang menjadi tujuan pendidikan
formal, tapi sering tidak terintegrasi ke dalam kurikulum, silabus dan rencana
pelajaran, kadang-kadang di beberapa negara lebih sering menggunkan
istilah information competencies atau information
fluency atau bahkan istilah lain.
Pembelajaran Membaca dan
Menulis di Kelas Rendah
Membaca
di sekolah dasar dibagi menjadi dua penggalan. Untuk kelas rendah (1-3) membaca
permulaan, dan untuk kelas tinggi (4-6) membaca lanjut. Keberhasilan
pembelajaran membaca, bergantung kepada guru. Melalui pengajaran membaca, guru
membukakan cakrawala pengetahuan siswa. Siswa diajak untuk menjelajah dunia
pengetahuan yang luas. Peranan ini akan semakin besar di masa yang akan datang
di mana segala informasi akan disampaikan melalui tulisan.
Ada
beberapa prinsip pengajaran membaca menurut Heilman (Djuanda dan Resmini, 2007)
yang harus diperhatikan oleh guru diantaranya: a) membaca adalah proses
berbahasa, siswa yang akan belajar membaca harus memahami hubungan membaca
dengan bahasannya, b) setiap periode pengajaran membaca, siswa harus membaca
dan mendiskusikan sesuatu yang dipahaminya, c) perbedaan siswa harus jadi
pertimbangan utama dalam pengajaran membaca, d) guru yang membaca harus
menggunakan pendekatan yang bervariasi, tidak ada metode pengajaran membaca
yang paling baik, tetapi setiap metode tergantung karakteristik siswa dan
didasarkan pada perbedaan-perbedaan individual, e) tidak ada siswa yang harus
dipaksa membaca pada saat dia tidak mampu, dan f) perhatian pada siswa waktu
membaca seharusnya ditekankan pada pencegahan bukan penyembuhan.
Masalah-masalah membaca seharusnya diketahui sejak awal dan dibenahi sebelum
siswa kita gagal agar pengajaran membaca lebih efektif.
Membaca
tidak hanya sebagai kegiatan melisankan bahasa tulis, namun merupakan sebagai
suatu keterampilan yang kompleks dan melibatkan serangkaian keterampilan yang
lebih kecil lainnya berupa aspek-aspek dalam membaca. Merujuk pada Broghton dkk. (Tarigan,
2008, hlm. 13) secara garis besar terdapat dua aspek penting yang berupa
keterampilan dalam membaca yaitu sebagai berikut.
1) Mechanical skills atau keterampilan
bersifat mekanis, yang dianggap ada pada tahap yang masih rendah dalam membaca
(lower order). Aspek ini mencakup hal-hal berikut :
(a) pengenalan bentuk khusus;
(b) pengenalan berbagai unsur
linguistik (fonem, kata, frase, klausa, kalimat dan lain-lain);
(c) pengenalan hubungan pola ejaan dan
bunyi atau keterampilan menyuarakan bahan tertulis;
(d) kecepatan membaca bertaraf
rendah.
2) Comprehension skills atau
keterampilan yang bersifat pemahaman, dianggap berada pada tahapan atau urutaan
yang lebih tinggi dalam membaca (higher order). Aspek ini mencakup
hal-hal berikut :
(a) memahami pengertian
sederhana;
(b) memahami makna, maksud dan
tujuan pengarang;
(c) evaluasi atau penilaian
isi dan bentuk;
(d) kecepatan membaca yang
fleksibel, dalam arti dapat dengan mudah disesuaikan dengan keadaan.
Keterampilan
yang bersifat pemahaman adalah keterampilan yang harus dimiliki siswa ketika
mereka sudah memasuki tahapan membaca lanjut di kelas tinggi, sedangkan untuk
membaca permulaan di kelas rendah, terlebih dahulu siswa harus memiliki
keterampilan yang bersifat mekanis. Dalam mencapai tujuan yang terkandung pada
keterampilan mekanis, maka aktivitas yang paling sesuai adalah dengan membaca
nyaring (oral reading) atau membaca dengan menyuarakan apa yang dibaca.
Sedangkan untuk keterampilan pemahaman, maka yang paling tepat adalah membaca
dalam hati (silent reading) yang dapat dibagi atas membaca ekstensif (extensive
reading) dan membaca intensif (intensive reading). Untuk selanjutnya
membaca ekstensif mencakup pula membaca survei, membaca sekilas, dan membaca
dangkal, sedangkan membaca intensif dapat pula dibagi dua jenis, yang pertama
membaca telaah isi; mencakup membaca teliti, pemahaman, kritis, dan ide. Kedua,
membaca telaah bahasa yang mencakup membaca bahasa asing dan membaca sastra.
Selain
dari membaca, menulis juga merupakan komponen penggunaan bahasa yang harus diajarkan
di sekolah dasar. Tujuan menulis secara spesifik adalah 1). Siswa mampu
mengungkapkan gagasan, pendapat, pengalaman, dan perasaan secara tertulis
dengan jelas, 2). Siswa mampu menyampaikan informasi secara tertulis sesuai
dengan konteks dan keadaan, 3). Siswa memiliki kegemaran menulis, 4). Siswa
mampu memanfaatkan unsur-unsur kebahasaan karya sastra dan menulis (depdikbud,
1994). Seperi halnya membaca, menurut tingkatannya menulis diklasifikasikan ke
dalam dua kelompok, yaitu a). menulis permulaan (kelas 1 dan 2) serta b).
menulis lanjut (kelas 3-6).
Menurut
pendapat Saleh Abbas (2006, hlm. 125), keterampilan menulis adalah kemampuan
mengungkapkan gagasan, pendapat, dan perasaan kepada pihak lain dengan melalui
bahasa tulis. Ketepatan pengungkapan gagasan harus didukung dengan ketepatan
bahasa yang digunakan, kosakata dan gramatikal dan penggunaan ejaan. Dalam
menulis permulaan, tujuannya adalah agar siswa dapat menulis kata-kata dan
kalimat sederhana dengan tepat. Pada menulis permulaan siswa diharapkan untuk
dapat memproduksi tulisan yang dapat dimulai dengan tulisan eja. Contoh tulisan
e,d,f,k,j,dan dapat berupa suku kata seperti su-ka, ma-ta, ha-rus, lu-ka serta
dalam bentuk kalimat sederhana.
Seperti
halnya membaca permulaan, menulis permulaan juga dapat menggunakan
metode-metode seperti metode abjad, metode suku kata, metode global dan metode
SAS. Menulis permulaan (dengan huruf kecil) di kelas rendah bertujuan agar
siswa memahami cara menulis permulaan dengan ejaan yang benar dan
mengomunikasikan ide/pesan secara tertulis, materi pelajaran menulis permulaan
di kelas rendah disajikan secara bertahap dengan menggunakan pendekatan huruf,
suku kata, kata-kata atau kalimat. Menulis permulaan (dengan huruf besar pada
awal kalimat) di kelas II tujuannya yaitu agar siswa memahami cara menulis
permulaan dengan ejaan yang benar dan mengkomunikasikan ide /pesan secara
tertulis, untuk memperkenalkan cara menulis huruf besar di kelas II SD
mempergunakan pendekatan spiral maksudnya huruf demi huruf diperkenalkan secara
berangsur-angsur sampai pada akhirnya semua huruf dikuasai oleh para siswa.
Kemampuan menulis yang diperoleh siswa di kelas I dan kelas II tersebut akan
menjadi dasar pembelajaran menulis di kelas-kelas berikutnya.
Kemampuan
menulis permulaan tidak jauh berbeda dengan kemampuan membaca permulaan. Pada
tingkat dasar atau permulaan, pembelajaran menulis lebih diorientasikan pada
kemampuan yang bersifat mekanik. Anak-anak dilatih untuk dapat menuliskan
(mirip dengan kemampuan melukis atau menggambar) lambang-lambang tulis yang
jika dirangkaikan dalam sebuah struktur, lambang-lambang itu menjadi bermakna.
Selanjutnya dengan kemampuan dasar ini, secara perlahan-lahan anak-anak
digiring pada kemampuan menuangkan gagasan, pikiran, perasaan, ke dalam bentuk
bahasa tulis melalui lambang-lambang tulis yang dikuasainya.Inilah kemampuan
menulis yang sesungguhnya.
Untuk
kemampuan menulis di kelas rendah, kurikulum 2004 menetapkan standar kompetensi
sebagai berikut: Siswa mampu menulis beberapa kalimat yang dibuat sendiri
dengan huruf lepas dan huruf sambung, menulis kalimat yang didiktekan guru, dan
menulis rapi menggunakan huruf sambung. Standar kompetensi ini diturunkan
menjadi beberapa kompetensi dasar, yaitu:
1.
Membiasakan sikap menulis yang benar (memegang dan menggunakan alat tulis
dengan benar).
2. Menjiplak dan
menebalkan.
3. Menyalin.
4. Menulis permulaan.
5. Menulis beberapa
kalimat dengan huruf sambung.
6. Menulis kalimat yang
didiktekan guru.
7. Menulis dengan huruf
sambung.
Definisi Lirik Lagu
Lirik
Lagu merupakan ekspresi seseorang tentang suatu hal yang sudah dilihat,
didengar maupun dialaminya. Dalam mengekspresikan pengalamannya, penyair atau
pencipta Lagu melakukan permainan kata-kata dan bahasa untuk menciptakan daya
tarik dan kekhasan terhadap lirik atau syairnya. Permainan bahasa ini dapat
berupa permainan vokal, gaya bahasa maupun penyimpangan makna kata dan
diperkuat dengan penggunaan melodi dan notasi musik yang disesuaikan dengan
lirik lagunya sehingga pendengar semakin terbawa dengan apa yang dipikirkan
pengarangnya (Awe, 2003, hlm. 51).
Definisi
lirik atau syair Lagu dapat dianggap sebagai puisi begitu pula sebaliknya. Hal
serupa juga dikatakan oleh Jan van Luxemburg (1989) yaitu definisi mengenai
teks-teks puisi tidak hanya mencakup jenis-jenis sastra melainkan juga ungkapan
yang bersifat pepatah, pesan iklan, semboyan-semboyan politik, syair-syair lagu
pop dan doa-doa. Jika definisi lirik lagu dianggap sama dengan puisi, maka
harus diketahui apa yang dimaksud dengan puisi. Puisi menurut Rachmat Djoko
Pradopo (1990) merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang
penting dan digubah dalam wujud yang berkesan. Sedangkan menurut Herman J.
Waluyo (1987) mengatakan puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan
pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan
mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa pada struktur fisik dan struktur
batinnya.
Dari
definisi di atas, sebuah karya sastra merupakan karya imajinatif yang
menggunakan bahasa sastra. Maksudnya bahasa yang digunakan harus dibedakan
dengan bahasa sehari-hari atau bahkan bahasa ilmiah. Bahasa sastra merupakan
bahasa yang penuh ambiguitas dan memiliki segi ekspresif yang justru dihindari
oleh ragam bahasa ilmiah dan bahasa sehari-hari (Awe, 2003, hlm. 49). Karena
sifat yang ambigu dan penuh ekspresi ini menyebabkan bahasa sastra cenderung
untuk mempengaruhi, membujuk dan pada akhirnya mengubah sikap pembaca (Wellek
& Warren, 1989, hlm. 14-15).
Lagu
yang terbentuk dari hubungan antara unsur musik dengan unsur syair atau lirik
lagu merupakan salah satu bentuk komunikasi massa. Pada kondisi ini, lagu
sekaligus merupakan media penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan
dalam jumlah yang besar melalui media massa. Pesan dapat memiliki berbagai
macam bentuk, baik lisan maupun tulisan. Lirik lagu memiliki bentuk pesan
berupa tulisan kata-kata dan kalimat yang dapat digunakan untuk menciptakan
suasana dan gambaran imajinasi tertentu kepada pendengarnya sehingga dapat pula
menciptakan makna-makna yang beragam.
Dalam
fungsinya sebagai media komunikasi, lagu juga sering digunakan sebagai sarana
untuk mengajak bersimpati tentang realitas yang sedang terjadi maupun atas
cerita-cerita imajinatif. Dengan demikian lagu juga dapat digunakan untuk
bebagai tujuan, misalnya menyatukan perbedaan, pengobar semangat seperti pada
masa perjuangan, bahkan lagu dapat digunakan untuk memprovokasi atau sarana
propaganda untuk mendapatkan dukungan serta mempermainkan emosi dan perasaan
seseorang dengan tujuan menanamkan sikap atau nilai yang kemudian dapat
dirasakan orang sebagai hal yang wajar, benar dan tepat.
Oleh
karena bahasa dalam hal ini kata-kata, khususnya yang digunakan dalam lirik
lagu tidak seperti bahasa sehari-hari dan memiliki sifat yang ambigu dan penuh
ekspresi ini menyebabkan bahasa cenderung untuk mempengaruhi, membujuk dan pada
akhirnya mengubah sikap pembaca (Wellek & Warren, 1989, hlm. 14-15). Maka
untuk menemukan makna dari pesan yang ada pada lirik lagu, digunakanlah metode
semiotika yang notabene merupakan bidang ilmu yang mempelajari tentang sistim
tanda. Mulai dari bagaimana tanda itu diartikan, dipengaruhi oleh persepsi dan
budaya, serta bagaimana tanda membantu manusia memaknai keadaan
sekitarnya.
Lagu sebagai Media
Penanaman Budaya Literasi
Bagi
siswa sekolah dasar, khususnya siswa kelas rendah, diperlukan suatu daya tarik
khusus yang harus diberikan guru agar siswa memiliki minat yang tinggi terhadap
suatu bahan bacaan. Sistim bunyi yang berbeda, keadaan psikis yang mempengaruhi
saat belajar, lingkungan sekitar tempat belajar, dan perbedaan fasilitas akan
mempengaruhi konsep pemahaman di antara para siswa. Banyak teori yang
menyebutkan bahwa kondisi psikis atau kejiwaan seseorang sangat mempengaruhi
hasil dari suatu pembelajaran. Jika seseorang merasa senang dan nyaman,
biasanya seseorang akan lebih cepat belajar karena motivasi dan dorongan yang
dirasakan lebih besar. Sistem bunyi yang berbeda dan keadaan psikis yang
berbeda dapat ditimbulkan dari sebuah lagu.
Lagu
merupakan sebuah teks yang dinyanyikan. Lagu berasal dari sebuah karya tertulis
yang diperdengarkan dengan iringan musik. Mereka yang mendengarkan lagu bisa
merasa sedih, senang, bersemangat, dan perasaan emosi lain karena efek dari
lagu yang begitu menyentuh. Selain itu, lagu mampu menyediakan sarana ucapan
yang secara tidak sadar disimpan dalam memori di otak. Keadaan ini yang justru
menjadikan proses pembelajaran menjadi tidak kaku, dan terkesan dikondisikan,
yang kadang dalam beberapa hal tidak disenangi oleh siswa. Sebelum berbicara
tentang keefektifan lagu sebagai media dalam pembelajaran bahasa, berikut
adalah beberapa definisi tentang lagu yang dikemukakan oleh Jamalus (1988, hlm.
5).
1.
lagu adalah karya seni yang dinyanyikan dengan diiringi alat musik.
2.
Lagu adalah sekumpulan kata-kata, puisi pendek yang dinyanyikan, biasanya
diiringi musik.
Encyclopedia of Americana (1998)
menyebutkan bahwa lagu adalah karya musikal pendek, dengan teks yang puitis,
yang sama sama pentingnya antara musik dan kata-kata. Karya itu bisa tertulis,
beberapa dalam bentuk suara dan biasanya diiringi dengan instrument.
Menurut Brewster dkk (2002, hlm. 162), ada banyak keuntungan menggunakan lagu
sebagai learning resource, di antaranya adalah sebagai berikut:
1.
Lagu merupakan linguistic resource. Dalam hal ini lagu menjadi
media pengenalan bahasa baru sekaligus menjadi penguatan tata bahasa dan
kosakata. Lagu mempresentasikan bahasa yang sudah dikenali siswa dalam bentuk
yang baru dan menyenangkan. Lagu juga memungkinkan adanya pengulangan bahasa
secara alamiah dan menyenangkan. Dengan demikian, lagu dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan semua keterampilan bahasa secara integrative.
2.
Lagu merupakan affective/psychological resource. Selain menyenangkan,
lagu juga mampu memotivasi siswa sekaligus memupuk attitude yang positif. Lagu
bukan merupakan hal yang menakutkan atau mengancam bagi siswa. Bahkan lagu bisa
membantu meningkatkan rasa percaya diri siswa.
3.
Lagu merupakan cognitive resource. Lagu membantu meningkatkan daya
ingat, konsentrasi juga koordinasi. Siswa menjadi lebih sensitive terhadap
tanda rima sebagai alat bantu untuk memaknai makna.
4.
Lagu bisa menjadi culture resource dan sosial resource.
Dengan
menggunakan lagu dalam pembelajaran membaca dan menulis permulaan di kelas
rendah, diharapkan siswa dapat memiliki motivasi yang lebih tinggi berkenaan
dengan usaha yang berasal dari dalam dirinya untuk memiliki kemampuan membaca
dan menulis yang baik dan benar, sehingga pada akhirnya secara tidak langsung
telah terjadi proses penanaman budaya literasi dasar yakni kemampuan, kebiasaan
dan kecintaan pada dunia baca tulis.
Pembelajaran Menulis dan
Membaca dengan Menggunakan Lagu
Berdasarkan
beberapa teori yang memaparkan keefektifan lagu dalam pembelajaran bahasa, maka
dapat dirancang sebuah pembelajaran membaca dan menulis di kelas rendah dengan
menggunakan lagu. Sebelum menggunakan lagu untuk mengajar, Brewster (2002, hlm.
172) menyarankan beberapa hal berikut terkait framework penggunaan
lagu untuk pengajaran bahasa.
1.
Buatlah konteks, dalam hal ini guru perlu menjelaskan tujuan serta latar
belakang informasi.
2.
Ajarkan terlebih dahulu kosakata yang dianggap penting dengan menggunakan alat
bantu visual, aksi/gerakan, realita atau benda tiruan, boneka, dan sebagainya.
3.
Perdengarkan kaset atau nyanyikan lagu sehingga siswa bisa menyimak,
menunjukkan kefahaman mereka dan mulai akrab dengan irama dan nada.
4.
Lakukan kegiatan listening lanjutan.
5.
Perhatikan pengucapan misalnya mengidentifikasi pola intonasi, dan kata yang
diberi tekanan.
6.
Ajak siswa untuk menyimak, mengulangi, dan berlatih menyanyikan dan belajar
lagu tersebut. Beri semangat agar mereka menggunakan gerakan tubuh, ekspresi
muka dan sebagainya.
7.
Beri catatan tertulis teks lagu. Terkait dengan hal ini guru tidak lantas harus
memberikan catatan lengkap lagu yang diajarkannya. Guru bisa mengemasnya ke
dalam aktivitas menarik dan berorientasi pembelajaran. Misalnya, siswa diminta
membuat lagu versi mereka sendiri (mengubah sesuai konteks), siswa bisa
menyimak dan melengkapi bagian lagu yang dihilangkan terlebih dahulu,
mengurutkan lagu, menyusun kata-kata dari 2 lagu yang berbeda, menjodohkan
gambar dengan tulisan, dan sebagainya.
8.
Ajak siswa untuk membandingkannya dengan tipe yang sejenis di bahasa ibu
mereka, ataupun bahasa nasional.
9.
Menampilkannya baik secara bersama, individu, kelompok, berpasangan.
Berikut
adalah contoh sederhana prosedur pembelajaran yang menggunakan lagu pada
kegiatan membaca dan menulis permulaan di kelas rendah.
1.
Memilih lagu yang sesuai, sudah dikenal dengan baik atau yang disukai oleh
siswa kelas rendah, hal ini bisa dilakukan dengan bertanya jawab terlebih dulu
dengan siswa mengenai lagu yang mereka sukai.
2.
Guru menceritakan/bertanya jawab terlebih dulu mengenai isi lagu yang akan
dinyanyikan. Hal ini akan berfungsi untuk menarik minat siswa terhadap lagu.
3.
Menyanyikan lagu bersama siswa, dengan memberi contoh secara langsung
menyanyikannya atau memperdengarkannya melalui audio.
4.
Memperhatikan pengucapan kata-kata di dalam lagu oleh siswa, pastikan mereka
mengucapkan kata demi kata dalam lagu dengan benar.
5.
Menambahkan gerakkan tubuh dan ekspresi muka ketika menyanyikan lagu.
6.
Memberi catatan tertulis teks lagu dan meminta siswa untuk membaca teks lagu
tanpa irama.
7.
Meminta siswa untuk menuliskan lirik lagu dengan tulisan yang rapih.
KESIMPULAN
Literasi
merupakan beragam kecakapan yang dimiliki seseorang dengan didasari kemampuan
membaca dan menulis, sehingga memiliki berbagai kemampuan lainnya yang berguna
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan memasuki era persaingan global. Dalam
budaya literasi yang dapat ditanamkan di kelas rendah melalui pembelajaran
membaca dan menulis dengan menggunakan lirik lagu, kompetensi literasi siswa
yang harus diperhatikan yang pertama adalah membaca dan menulis dengan percaya
diri, lancar, dan paham. Kedua, memiliki minat dalam kata-kata, makna kata, dan
kosakatanya berkembang. Ketiga, memahami suara dan system ejaan serta menggunakannya
untuk membaca dan mengeja secara akurat. Dan keempat adalah memiliki tulisan
tangan yang fasih dan terbaca.
Tingkatan
literasi yang harus dicapai oleh siswa sekolah dasar khususnya di tingkat kelas
rendah, adalah berada pada tingkat performatif, ia mampu membaca dan menulis,
serta berbicara dengan simbol-simbol yang digunakan (bahasa). Adapun dalam
model literasi, pembelajaran membaca dan menulis permulaan di sekolah dasar
termasuk pada model basic literacy, atau yang terkadang disebut
Literasi Fungsional (Functional Literacy) dan merupakan kemampuan dasar
literasi atau sistem belajar konvensional seperti bagaimana membaca, menulis, dan
melakukan perhitungan numerik. Di situlah ranah literasi yang dapat
dikembangkan dan mulai ditanamkan pada siswa sekolah dasar, khususnya di kelas
rendah.
Dalam
mengembangkan pembelajaran yang berbasis literasi, guru pun perlu memperhatikan
prinsip pendidikan literasi, yakni literasi melibatkan interpretasi,
kolaborasi, konversi, pengetahuan kultural, pemecahan masalah, refleksi diri,
dan melibatkan penggunaan bahasa. Apabila dikaitkan dengan pembelajaran membaca
dan menulis di kelas rendah, tentu harus memperhatikan pula prinsip/pola
pengajaran yang sesuai. Membaca permulaan di kelas rendah, terlebih dahulu
siswa harus memiliki keterampilan yang bersifat mekanis. Dalam mencapai tujuan
yang terkandung pada keterampilan mekanis, maka aktivitas yang paling sesuai
adalah dengan membaca nyaring (oral reading) atau membaca dengan
menyuarakan apa yang dibaca. Keterampilan membaca secara mekanis tersebut
mencakup pengenalan bentuk khusus; pengenalan berbagai unsur linguistik (fonem,
kata, frase, klausa, kalimat dan lain-lain); pengenalan hubungan pola ejaan dan
bunyi atau keterampilan menyuarakan bahan tertulis; dan memperhatikan kecepatan
membaca yang bertaraf rendah/lambat. Kemampuan menulis permulaan tidak jauh
berbeda dengan kemampuan membaca permulaan. Pada tingkat dasar atau permulaan,
pembelajaran menulis lebih diorientasikan pada kemampuan yang bersifat mekanik.
Kompetensi yang harus dimiliki siswa kelas rendah pada proses menulis permulaan
adalah membiasakan sikap menulis yang benar (memegang dan menggunakan alat
tulis dengan benar), menjiplak dan menebalkan, menyalin, menulis permulaan,
menulis beberapa kalimat dengan huruf sambung, menulis kalimat yang didiktekan
guru, dan menulis dengan huruf sambung.
Untuk
melaksanakan suatu pembelajaran membaca dan menulis permulaan di kelas rendah,
dapat digunakan lirik lagu sebagai bahan bacaan dan tulisan siswa. Lirik
lagu memiliki bentuk pesan berupa tulisan kata-kata dan kalimat yang
dapat digunakan untuk menciptakan suasana dan gambaran imajinasi tertentu kepada
pendengarnya sehingga dapat pula menciptakan makna-makna yang beragam. Dalam
fungsinya sebagai media komunikasi, lagu dapat digunakan sebagai sarana untuk
mengajak bersimpati tentang realitas yang sedang terjadi maupun atas
cerita-cerita imajinatif. Dengan demikian lagu juga dapat digunakan untuk
bebagai tujuan, misalnya menyatukan perbedaan, menggugah semangat, serta
melibatkan emosi dan perasaan seseorang dengan tujuan menanamkan sikap atau
nilai yang kemudian dapat dirasakan orang sebagai hal yang wajar, benar dan
tepat.
ada
banyak keuntungan menggunakan lagu sebagai learning resource, di
antaranya adalah sebagai berikut:
Dengan
menggunakan lagu dalam pembelajaran membaca dan menulis di kelas rendah, ada
banyak keuntungan yang dapat diperoleh: 1) Lagu merupakan linguistic
resource. Dalam hal ini lagu menjadi media pengenalan bahasa baru
sekaligus menjadi penguatan tata bahasa dan kosakata. 2) Lagu merupakan affective/psychological
resource. Selain menyenangkan, lagu juga mampu memotivasi siswa sekaligus
memupuk attitude yang positif, 3) Lagu merupakan cognitive resource.
Lagu membantu meningkatkan daya ingat, konsentrasi juga koordinasi. Dan 4).
Lagu bisa menjadi culture resource dan sosial resource.
Pada
akhirnya, dengan memperhatikan berbagai teori yang ada, seorang guru dapat
merancang prosedur pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan
menggunakan lirik lagu sebagai upaya penanaman budaya literasi di kelas rendah.
Contoh sederhana prosedur pembelajaran menggunakan lagu pada kegiatan membaca
dan menulis permulaan di kelas rendah, dapat dilakukan dengan cara memilih lagu
yang sesuai, sudah dikenal dengan baik atau yang disukai oleh siswa kelas
rendah, menceritakan/bertanya jawab terlebih dulu mengenai isi lagu yang akan
dinyanyikan, menyanyikan lagu bersama siswa, dengan memberi contoh secara
langsung menyanyikannya atau memperdengarkannya melalui audio, merhatikan
pengucapan kata-kata di dalam lagu oleh siswa, pastikan mereka mengucapkan kata
demi kata dalam lagu dengan benar, mambahkan gerakkan tubuh dan ekspresi muka
ketika menyanyikan lagu, memberi catatan tertulis teks lagu dan minta siswa
membaca teks lagu tanpa irama, dan meminta siswa untuk menuliskan lirik lagu
dengan tulisan yang rapih.
DAFTAR
PUSTAKA
Abbas,
S. (2006). Pembelajaran bahasa indonesia yang efektif di sekolah. dasar.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Ali,
H.M. (2014). Literasi sebagai budaya mencerdaskan bangsa. [Online].
Diakses dari
https://haidarism.wordpress.com/2014/02/18/literasi-sebagai-budaya-mencerdaskan-bangsa/
Ardianto,
A. (2015). Membumikan budaya Literasi di sekolah. [Online].
Diakses dari
http://guraru.org/guru-berbagi/membumikan-budaya-literasi-di-sekolah-2/
Awe,
Mokko. 2003. Iwan Fals: Nyanyian di tengah kegelapan. Yogyakarta:
Ombak
Brewster,
J., Ellis, G., & Girard, D. (2002). The primary english teacher’s
guide. England: Penguin English.
Djuanda,
D. (2008). Pembelajaran keterampilan berbahasa indonesia di sekolah
dasar. Bandung: Pustaka Latifah.
Djuanda,
D., dan Resmini, N. (2007). Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di
Kelas Tinggi. Bandung: UPI Press.
Herman
J. Waluyo. (1987). Teori dan apresiasi puisi. Jakarta:
Erlangga.
Jamalus.
(1988). Pengajaran musik melalui pengalaman musik. Jakarta:
Depdikbud.
Kern,
R. (2000). Literacy and language teaching. Oxford: Oxford
University Press.
Musthafa,
B. (2014). Literasi Dini dan Literasi Remaja: Teori, Konsep, dan
Praktik. Bandung: Crest.
Nurgiyantoro,
B. (2013). Teori pengkajian sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Pradopo,
Rachmat Djoko. (1990). Pengkajian puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Salman,
A.H. (2011). Mungkinkah membangun budaya literasi pembelajaran bahasa
arab di indonesia? [Online] Diakses dari
http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=38
Tarigan,
H.G. (2008). Membaca sebagai suatu keterampilan berbahasa. Bandung:
Angkasa
Wellek,
R. & Warren, A. (1989). Theory of literature, 3rd edition. New
York: Lexington: University Press of Kentucky.
Wray,
D. (2002). Teaching literacy effectively in the primary school.
London: RoutlegdeFalmer 11 New Fetter Lane.