Sunday, December 30, 2018

Wacana dalam Penciptaan dan Pencitraan Sastra di Indonesia


Penciptaan dan Pencitraan Sastra



Penciptaan dan Pencitraan sastra adalah serangkaian kegiatan individu dalam dunia sastra. Penciptaan sastra merupakan kegiatan individu dalam menghasilkan karya sastra, sedangkan pencitraan merupakan kegiatan individu dalam menggunakan karya sastra.
Adapun sastra dapat dipandang sebagai karya seni dengan menggunakan bahasa. Oleh karena itu, penciptaan dan pencitraan sastra dapat dipandang sebagai rangkaian kegiatan individu dalam karya seni yang menggunakan bahasa sebagai medianya.
Karya sastra adalah hasil cipta manusia (individu) yang mengutamakan unsur keindahan. Artinya, sebuah karya sastra dinilai memiliki keindahan apabila karya itu memberikan “dampak efektif” kepada penggunanya (pembaca atau penyimak).
Dampak efektif itu dapat diwujudkan melalui bahasa yang digunakan dalam karya sastra tersebut. Dengan bahasa yang diciptakan oleh sasrawan dalam sebuah karya sastra, pengguna (pembaca atau penyimak) dapat memperoleh sebuah penjelajahan atau petualangan batiniah yang dihadirkan sebagai isi atau pesan dalam karya sastra. Melalui karya sastra, seolah-olah seseorang sedang berhadapan dengan sebuah cermin itulah hakikat sastra yang dimediakan melalui bahasa.
Dibutuhkan kejujuran individu dalam menggauli sastra. Kejujuran merupakan “sebuah harga mati” dalam dunia sastra. Artinya dunia sastra merupakan sebuah kondisi yang diisi oleh keindahaan, dan tidak ada yang diindahkan dalam karya sastra. Apapun yang diwujudkan dalam karya sastra selalu mengindahkan sesuatu menjadi sebuah keindahan. Ketidak jujuran, kebohongan, keserakahan, kemunafikan, kesedihan, kenestapaan, kesakitan bahkan kematian menjadi sesuatu keindahan dalam sastra. Oleh karena itu, kejujuran merupakan sebuah harga mati dalam menggauli dunia sastra.
Penciptaan dengan pencitraan karya sastra merupakan sebuah bangun keindahan dengan berpondasi kejujuran serta bermediakan bahasa. Hal tersebut merupakan gambaran hubungan antara pencipta dengan pencitra (sastrawan dangan pengguna) karya sastra. Artinya sastrawan dengan pengguna karya sastra dapat membangun keindahan apabila itu didasari oleh kejujuran dengan mediakan bahasa. Hal itu dapat diwujudkan apabila bahasa yang digunakan untuk membangun atau mengomunikasikan kejujuran memiliki keindahan.
Secara leksikal, kata indah memiliki makna yang beragam. Dalam kamus besar bahasa indonesia, makna kata indah adalah keadaan enak dipandang (cantik, elok), peduli (akan), menaruh perhatian (akan), merasa dalam hati. Kata indah dipandang sebagai sifat atau keadaan dan sebagai kegiatan. Secara morfologi, kata indah bisa dibentuk menjadi keindahaan. Untuk itu, keindahan merupakan bentuk morfologi dari kata indah yang memperoleh proses afiksasi ke – an, oleh karena itu kata keindahan dapat dimaknai sebagai suatu keadaan atau sifat sesuatu, maupun suatu kegiatan. Sejalan dengan itu, keindahan dalam sastra dapat dimaknai sebagai suatu keadaan (sifat) ataupun suatu kegiatan.

Peta konsep
Kegiatan Individu :
                     1. Jasmani (motorik)
                     2. Rohani (batiniah)

Berpikir, merasa, berkhayal, mengingat, merenung dsb.
                     3. Pengindraan : melalui mata, telinga, hidung, mulut serta kulit.  
                     4. Berbahasa : menyimak, membaca, berbicara dan menulis.
                     5. Berinteraksi : alam fisik, hayati, masyarakat, budaya maupun religi.

Produk Kegiatan Individu :
                    1. Pengetahuan
                    2. Pengalaman
                    3. Keilmuan
                    4. Kefilsafatan
                    5. Keakidahan

Wujud Produksi Kegiatan Individu :
                    1. Wujud Konkrit (berdimensi)
                    2. Konseptual (makna)
                    3. Lisan
                    4. Tulisan
                    5. Tindakan

Batasan Kegiatan Individu
                   1. Kompetensi (kemampuan)
                   2. Dimensi Ruang (tempat)
                   3. Dimensi Waktu
                   4. Nilai (parameter)
                   5. Kegunaan (utility)
                   6. Kinerja (metodologi)

Kinerja Sastra :
                   1. Berkreasi
                   2. Berekspresi

Nilai Instrinsik Sastra :
                   1. Memberikan kesenangan, kegembiraan dan kenikmatan
                   2. Memupuk dan mengembangkan imajinasi
                   3. Memberi pengalaman baru
                   4. Mengembangkan wawasan menjadi perilaku insani (pemanusiaan)
                   5. Memperkenalkan kesemestaan (pengalaman)
                   6. Mewariskan nilai dari generasi ke generasi

Nilai Ekstrinsik Sastra :
                   1. Pengembangan pengetahuan (cognitive development)
                   2. Pengembangan kepribadian (personality development)
                   3. Pengembangan sosial (sosial development)
                   4. Pengembangan bahasa (language development)

             
                Bersastra bersama Dr. Dian Indihadi, M.Pd.  
                (Dosen PGSD Universitas Pendidikan Indonesia)

Thursday, December 20, 2018

PENANAMAN BUDAYA LITERASI MELALUI MEMBACA DAN MENULIS LIRIK LAGU DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS RENDAH



PENANAMAN BUDAYA LITERASI MELALUI MEMBACA DAN MENULIS LIRIK LAGU DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS RENDAH


Yan Firmansyah, M.Pd

SDN Duri Kosambi 06 Pagi, Cengkareng-Jakarta Barat
yanfirmansyah88@gmail.com


ABSTRAK
Membaca dan menulis permulaan merupakan suatu bekal bagi siswa di kelas rendah untuk melanjutkan pembelajaran pada tingkatan kelas selanjutnya. Mengingat pentingnya hal tersebut, perlu adanya suatu upaya dari guru untuk mereduksi kemungkinan adanya rasa malas pada siswa kelas rendah untuk belajar membaca dan menulis permulaan. Lagu merupakan salah satu alat yang dapat dijadikan untuk menumbuhkan motivasi siswa untuk belajar membaca dan menulis. Dengan bernyanyi, suasana kelas akan menjadi lebih menyenangkan, dan pada saat itulah anak dituntun untuk membaca kata demi kata dalam lirik lagu yang dinyanyikan dan menuliskannya dalam buku catatan masing-masing. Proses ini merupakan bagian dari upaya yang dapat dilakukan guru dalam penanaman budaya literasi sejak dini pada siswa. Dengan memperhatikan kompetensi yang harus dicapai siswa dalam literasi, prinsip literasi, tingkatan literasi, karakteristik penggunaan lagu dalam pembelajaran, dan tentunya prinsip membaca dan menulis permulaan, dapat disusun suatu langkah pembelajaran membaca dan menulis lirik lagu di kelas rendah dalam upaya penanaman budaya literasi. Salah satu prosedur pembelajaran yang dapat disusun adalah dengan memperhatikan 1). pemilihan lagu, 2). isi lagu, 3.) proses bernyanyi, 4). pengucapan lagu, 5). gerak dan ekpresi, 6). membaca lirik lagu, dan 7). menuliskan lirik lagu.
  
Kata Kunci: literasi, lirik lagu, membaca, menulis, kelas rendah

PENDAHULUAN
Budaya literasi dapat ditanamkan sedini mungkin oleh para pendidik melalui pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas. Literasi yang kerap secara awam didefinisikan sebagai kemampuan menulis dan membaca, kini menjelma sebagai sesuatu yang berkembang secara dinamis dengan berbagai kemampuan terkait di dalamnya. Meskipun perkembangannya sudah mulai dijadikan topik oleh para penggiat pendidikan khususnya dalam dunia literasi itu sendiri, nampaknya untuk makna literasi secara awam pun Indonesia adalah negara yang masih jauh ketinggalan untuk disebut sebagai negara yang berbudaya literasi jika dibandingkan dengan negara-negara lain.

Kegiatan membaca dan menulis, adalah kegiatan yang masih sulit menjadi budaya masyarakat, namun terus digalakkan oleh berbagai kalangan yang masih peduli dengan nasib generasi bangsa. Mengingat data dari Association For the Educational Achievement (IAEA), mencatat bahwa pada 1992 Finlandia dan Jepang sudah termasuk negara dengan tingkat membaca tertinggi di dunia. Sementara itu, dari 30 negara, Indonesia berada pada peringkat dua terbawah. Sebuah survey dari program for international students assessment (PISA) dalam pertama kali keikutsertaannya pada tahun 1997 Indonesia survey tentang budaya literasi, Indonesia menempati peringkat 40 dari 41 negara yang berpartisipasi. Selanjutnya pada tahun 2000 dalam survey yang sama Indonesia menempati peringkat 64 dari 65 negara partisipan. (Ali, 2014, https://haidarism.wordpress.com) Survey tersebut sudah cukup menjelaskan kurangnya budaya literasi di Indonesia, bahkan kita kalah tingkat literasinya dengan negara-negara ASEAN yang lain sekalipun Vietnam, negara yang jauh lebih muda kemerdekaannya dibandingkan Indonesia. Oleh karena itulah perlu adanya suatu kesadaran khususnya dari para pendidik untuk meningkatkan minat membaca di kalangan siswa-siswanya yang diikuti dengan pembiasaan dan upaya peningkatan minat menulis sehingga siswa mampu menghasilkan sebuah karya.

Ada banyak hal yang dapat dilakukan guru sebagai upaya penanaman budaya literasi dalam proses pembelajaran. Salahsatunya adalah dengan menggunakan lagu. Lagu adalah salah satu “barang” menarik bagi anak, dan bernyanyi adalah suatu kegiatan yang menyenangkan bagi mereka. Suasana menyenangkan saat berlangsungnya proses pembelajaran sangat dibutuhkan oleh para siswa dalam menangkap pelajaran yang disampaikan oleh guru maupun menjalankan setiap tugas yang diberikan oleh guru ketika berada di dalam kelas.

Di kelas rendah, lagu merupakan alat yang kerap kali digunakan guru untuk menarik perhatian siswa, menertibkan cara duduk siswa, atau mengembalikan semangat belajar siswa. Melalui aktivitas bernyanyi, guru juga dapat memotivasi siswa untuk melakukan aktivitas membaca dan menulis. Bahan tulisan yang bisa digunakan guru adalah lirik lagu yang dinyanyikan sebelum proses baca tulis berlangsung. Ini merupakan suatu upaya yang dapat dilakukan guna menciptakan suasana yang menyenangkan untuk anak ketika mereka belajar membaca dan menulis permulaan. Lebih jauhnya, apabila dilihat dari tujuan jangka panjang, proses ini menjadi suatu upaya penanaman budaya literasi bagi siswa di sekolah dasar. Melalui lagu yang mereka sukai, mereka dilatih untuk menyukai kebiasaan menulis dan membaca.

Menulis permulaan merupakan dasar pengajaran yang pertama kali diajarkan guru kepada anak kelas satu dan dua. Keterampilan pembelajaran  menulis permulaan disajikan bersama dengan membaca permulaan sehingga sering di sebut dengan kegiatan membaca dan menulis permulaan. Pada umumnya tujuan dari penulisan permulaan ini adalah mengajarkan anak menulis supaya anak bisa menulis dengan benar.Namun dalam menulis permulaan ini bisanya dilaksanakan setelah atau bersamaan dengan belajar membaca permulaan pada anak kelas satu. Karena anak yang bisa membaca akan mempermudah pembelajaran anak dalam menulis permulaan. Dalam pembelajaran di kelas rendah yang paling mendasar adalah keterampilan membaca dan menulis, karena hal tersebut merupakan dasar pelajaran bagi kelas selanjutnya. Sehinga dalam pembelajaran menulis dan membaca permulaan ini keterampilan guru sebagai pengajar yang pertama bagi siswa kelas rendah harus sangat  penuh dengan perhatian kepada anak.

Permasalahan yang kerap ditemukan oleh para guru yang mengajar di kelas rendah sekolah dasar adalah munculnya rasa malas dari siswa untuk melakukan kegiatan menulis dan membaca. Terlebih untuk menyenangi membaca buku. Apabila hal ini dibiarkan, Indonesia akan semakin lama menyandang julukan negara dengan tingkat minat baca yang rendah. Data UNESCO tahun 2011 saja menyebutkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia sangat minim, dari seribu orang penduduk hanya satu yang punya minat baca tinggi. Ini tentu sangat memprihatinkan. (Ardianto, 2015, http://guraru.org) Banyak faktor yang mendasari terjadinya hal tersebut, adalah salah satunya perkembangan teknologi yang merambah dunia anak-anak dalam bentuk permainan atau game. Waktu berjam-jam bisa dihabiskan oleh  mereka untuk menyelesaikan sebuah permainan atau mungkin mengulang-ulangnya sampai mereka mencapai tingkat kepuasan atau kejenuhan tertentu pada permainan tersebut. Selain dari factor luar pembelajaran tersebut, pembelajaran yang kerap dilaksanakan guru untuk proses pembelajaran membaca dan menulis permulaan adalah metode konvensional dengan hanya menuliskan sederet huruf di papan tulis dan meminta siswa untuk menyebutkan huruf atau membaca kata demi kata yang dituliskan guru di papan tulis. Minat atau motivasi siswa sebelum proses membaca dan menulis dilakukan kerap tidak menjadi perhatian guru.

Melalui lagu, diiharapkan siswa dapat memiliki motivasi yang cukup tinggi mulai dari belajar membaca kata yang menjadi lirik lagu, sampai mereka menyelesaikan kegiatan menuliskan lirik lagu tersebut sebagai latihan membaca dan menulis permulaan. Lebih jauhnya lagu dapat menjadi alat dalam upaya penanaman budaya literasi. Sebuah langkah pembelajaran dapat disusun sedemikian rupa oleh guru dengan tentunya memperhatikan berbagai teori yang mendasari literasi, penggunaan lagu, dan esensi dari pembelajaran membaca dan menulis permulaan di kelas rendah. Oleh karena itu penting bagi guru yang memiliki kesadaran menanamkan budaya literasi melalui pembelajaran untuk memahami apa dan bagaimana sebetulnya yang menjadi prinsip dari budaya literasi yang terus berkembang secara dinamis. Khusus untuk guru yang melakukan upaya penanaman budaya literasi melalui pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan menggunakan lagu, kiranya juga penting untuk memahami bagaimana penggunaan lagu dalam pembelajaran sehingga menjadi sebuah alat yang efektif dalam meningkatkan  motivasi siswa dan menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa.   

KAJIAN TEORI
Pengertian Literasi

Literasi secara sederhana dikenal sebagai istilah yang berhubungan dengan kegiatan membaca dan menulis. Sebagaimana yang dikemukakan Barton (dalam Nurgiyantoro, 2013, hlm. 120) bahwa literasi mempunyai makna yang beragam, adapun makna yang dapat diberikan adalah “being able to read and write” atau kemampuan untuk dapat membaca dan menulis. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam pendidikan bahasa yang baik, seharusnya penanaman budaya literasi dilaksanakan dengan mengikuti tujuh prinsip sebagai berikut:
    1.    literasi adalah kecakapan hidup yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal 
          sebagai anggota masyarakat.
    2.   literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara 
          tertulis maupun lisan.
    3.   literasi adalah kemampuan memecahkan masalah.
    4.   literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya.
    5.   literasi adalah kegiatan refleksi (diri).
    6.   literasi adalah hasil kolaborasi.
    7.   literasi adalah kegiatan untuk melakukan interpretasi atau penafsiran.

Berdasarkan ketujuh prinsip pokok literasi tersebut, terlihat bahwa literasi bukan hanya sekedar kemampuan membaca dan menulis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksudkan dengan literer adalah (sesuatu yang) berhubungan dengan tulis-menulis. Sekarang literasi atau literer memiliki definisi dan makna yang sangat luas. Literasi bisa berarti melek teknologi, politik, berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan sekitar. Dalam bentukan kata yang lain transliterasi adalah menyalinan dengan penggantian huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain, yakni merubah bentuk tulisan ke bentuk tulisan yang lain yang semakna. Adapun menurut definisi dari UNESCO (Salman, 2011, http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id) dijelaskan literasi merupakan kemampuan mengidentifikasi, memahami, menafsirkan, menciptakan, mengomunikasikan, dan kemampuan berhitung melalui materi-materi tertulis dan variannya, Koiichiro Matsuura (Director-General UNESCO) menjelaskan lebih dalam lagi bahwa literasi bukan hanya sekadar membaca dan menulis, tetapi mencakup bagaimana berkomunikasi dalam masyarakat, terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya.

Literasi yang dalam bahasa Inggrisnya yaitu literacy berasal dari bahasa Latin yakni littera (huruf) yang pengertiannya melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya. Namun demikian, literasi utamanya berhubungan dengan bahasa dan bagaimana bahasa itu digunakan. Adapun system bahasa tulis itu sifatnya sekunder. Manakala berbicara mengenai bahasa, tentu tidak lepas dari pembicaraan mengenai budaya karena bahasa itu sendiri merupakan bagian dari budaya. Sehingga, pendefinisian istilah literasi tentunya harus mencakup unsur yang melingkupi bahasa itu sendiri, yakni situasi sosial budayanya. Berkenaan dengan ini Kern (2000, hlm. 16) mendefinisikan istilah literasi secara komprehensif sebagai berikut:

Literacy is the use of socially-, and historically-, and culturallysituated practices of creating and interpreting meaning through texts. It entails at least a tacit awareness of the relationships between textual conventions and their context of use and, ideally, the ability to reflect critically on those relationships. Because it is purpose-sensitive, literacy is dynamic – not static – and variable across and within discourse communities and cultures. It draws on a wide range of cognitive abilities, on knowledge of written and spoken language, on knowledge of genres, and on cultural knowledge. (Literasi adalah penggunaan praktik-praktik situasi sosial, dan historis, serta kultural dalam menciptakan dan menginterpretasikan makna melalui teks. Literasi memerlukan setidaknya sebuah kepekaan yang tak terucap tentang hubungan-hubungan antara konvensi-konvensi tekstual dan konteks penggunaanya serta idealnya kemampuan untuk berefleksi secara kritis tentang hubungan-hubungan itu. Karena peka dengan maksud/tujuan, literasi itu bersifat dinamis – tidak statis – dan dapat bervariasi di antara dan di dalam komunitas dan kultur diskursus/wacana. Literasi memerlukan serangkaian kemampuan kognitif, pengetahuan bahasa tulis dan lisan, pengetahuan tentang genre, dan pengetahuan kultural). Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa literasi memerlukan kemampuan yang kompleks.

Kompetensi Siswa dalam Literasi
Dalam dokumen yang mendasari Strategi Literasi Nasional DfEF tahun 1998 (dalam Wray, 2002, hlm. 2) didefinisikan kompetensi yang harus dimiliki anak-anak dalam budaya membaca dan menulis (literasi) sebagai berikut:
    1.   Membaca dan menulis dengan percaya diri, lancar, dan paham.
   2.   Tertarik dengan buku, membaca dengan perasaan senang dan mengevaluasi dan membenarkan prefensi mereka.
   3.   Mengetahui dan memahami berbagai genre dalam fiksi dan puisi, dan memahami dan akrab dengan beberapa cara yang distrukturkan oleh naratif melalui ide-ide dasar setting, karakter dan plot sastra.
    4.   Memahami dan dapat menggunakan berbagai macam jenis teks non-fiksi.
    5.   Mampu mengatur berbagai isyarat dalam membaca (phonic, grafis, sintaksis, 
        kontekstual) untuk memantau dan membenarkan sendiri saat mereka membaca sendiri.
   6.   Merencanakan, merancang, merevisi dan mengedit tulisan mereka sendiri.
   7.   Memiliki minat dalam kata-kata, makna kata, dan kosakatanya berkembang.
  8.   Memahami suara dan system ejaan serta menggunakannya untuk membaca dan mengeja secara akurat.
   9.   Memiliki tulisan tangan yang fasih dan terbaca.
   
       Prinsip Pendidikan Literasi

Dalam mengembangkan pembelajaran yang menjadi upaya penanaman literasi, diperlukan suatu pemahaman yang perlu dijadikan suatu pertimbangan penyusunan prosedur pembelajaran tersebut. Menurut Kern (2000, hlm.16-17) terdapat tujuh prinsip pendidikan literasi, yaitu:
1.   Literasi melibatkan interpretasi
Penulis/pembicara dan pembaca/pendengar berpartisipasi dalam tindak interpretasi, yakni: penulis/ pembicara menginterpretasikan dunia (peristiwa, pengalaman, gagasan, perasaan, dan lain-lain), dan pembaca/pendengar kemudian mengiterpretasikan interpretasi penulis/pembicara dalam bentuk konsepsinya sendiri tentang dunia.
2.    Literasi melibatkan kolaborasi
Terdapat kerjasama antara dua pihak yakni penulis/pembicara dan pembaca/ pendengar. Kerjasama yang dimaksud itu dalam upaya mencapai suatu pemahaman bersama. Penulis/pembicara memutuskan apa yang harus ditulis/ dikatakan atau yang tidak perlu ditulis/dikatakan berdasarkan pemahaman mereka terhadap pembaca/pendengarnya. Sementara pembaca/pendengar mencurahkan motivasi, pengetahuan, dan pengalaman mereka agar dapat membuat teks penulis bermakna.
3.    Literasi melibatkan konvensi
Orang-orang membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara itu ditentukan oleh konvensi/kesepakatan kultural (tidak universal) yang berkembang melalui penggunaan dan dimodifikasi untuk tujuan-tujuan individual. Konvensi di sini mencakup aturan-aturan bahasa baik lisan maupun tertulis.
4.   Literasi melibatkan pengetahuan kultural.
Membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara berfungsi dalam sistem-sistem sikap, keyakinan, kebiasaan, cita-cita, dan nilai tertentu. Sehingga orang-orang yang berada di luar suatu sistem budaya itu rentan/beresiko salah dipahami oleh orang-orang yang berada dalam system budaya tersebut.
5.   Literasi melibatkan pemecahan masalah.
Karena kata-kata selalu melekat pada konteks linguistik dan situasi yang melingkupinya, maka tindak menyimak, berbicara, membaca, dan menulis itu melibatkan upaya membayangkan hubungan-hubungan di antara kata-kata, frase-frase, kalimat-kalimat, unit-unit makna, teks-teks, dan dunia-dunia. Upaya membayangkan/memikirkan/mempertimbangkan ini merupakan suatu bentuk pemecahan masalah.
6.   Literasi melibatkan refleksi dan refleksi diri.
Pembaca/pendengar dan penulis/pembicara memikirkan bahasa dan hubungan-hubungannya dengan dunia dan diri mereka sendiri. Setelah mereka berada dalam situasi komunikasi mereka memikirkan apa yang telah mereka katakan, bagaimana mengatakannya, dan mengapa mengatakan hal tersebut.
7.   Literasi melibatkan penggunaan bahasa.
Literasi tidaklah sebatas pada sistem-sistem bahasa (lisan/tertulis) melainkan mensyaratkan pengetahuan tentang bagaimana bahasa itu digunakan baik dalam konteks lisan maupun tertulis untuk menciptakan sebuah wacana

      Tingkatan Literasi



Literasi tidaklah seragam karena literasi memiliki tingkatan-tingkatan yang menanjak. Jika seseorang sudah menguasai satu tahapan literasi maka ia memiliki pijakan untuk naik ke tingkatan literasi berikutnya. Wells (1987, hlm. 111) menyebutkan bahwa terdapat empat tingkatan literasi, yaitu: performative, functional, informational, dan epistemic.

Orang yang tingkat literasinya berada pada tingkat performatif, ia mampu membaca dan menulis, serta berbicara dengan simbol-simbol yang digunakan (bahasa). Pada tingkat functional orang diharapkan dapat menggunakan bahasa untuk memenuhi kehidupan sehari-hari seperti membaca buku manual. Pada tingkat informational orang diharapkan dapat mengakses pengetahuan dengan bahasa. Sementara pada tingkat epistemic orang dapat mentransformasikan pengetahuan dalam bahasa. Dengan demikian tingkatan literasi dimulai dari tingkatan paling bawah yaitu performative, functional, informational, dan epistemic.
  
       Model Literasi

UNESCO Education Sector (2013, hlm. 12-13) memasukkan enam kategori kelangsungan hidup kemampuan literasi abad 21 yang terdiri dari:
   1.   Basic Literacy, kadang-kadang disebut Literasi Fungsional (Functional Literacy), merupakan kemampuan dasar literasi atau sistem belajar konvensional seperti bagaimana membaca, menulis, dan melakukan perhitungan numerik dan mengoperasikan sehingga setiap individu dapat berfungsi dan memperoleh kesempatan untuk berpartisipasi di masyarakat.
    2.   Computer literacy, merupakan seperangkat keterampilan, sikap dan pengetahuan yang diperlukan untuk memahami dan mengoperasikan fungsi dasar teknologi informasi dan komunikasi, termasuk perangkat dan alat-alat seperti komputer pribadi (PC), laptop, dan sebagainya, literasi komputer biasanya dibagi menjadi hardware dan software literasi.
   3.   Media Literacy, merupakan seperangkat keterampilan, sikap dan pengetahuan yang diperlukan untuk memahami dan memanfaatkan berbagai jenis media dan format di mana informasi dikomunikasikan dari pengirim ke penerima, seperti gambar, suara, dan video, dan apakah sebagai transaksi antara individu, atau sebagai transaksi massal antara pengirim tunggal dan banyak penerima, atau, sebaliknya.
    4.   Distance Learning dan E-Learning adalah istilah yang merujuk pada modalitas pendidikan dan pelatihan yang menggunakan jaringan telekomunikasi, khususnya world wide web dan internet, sebagai ruang kelas virtual bukan ruang kelas fisik. Dalam distance learning dan elearning, baik guru dan siswa berinteraksi secara online, sehingga siswa dapat menyelesaikan penelitian dan tugas dari rumah, atau di mana saja di mana mereka dapat memperoleh akses ke komputer dan saluran telepon.
    5.   Cultural Literacy. Merupakan literasi budaya yang berarti pengetahuan, dan pemahaman, tentang bagaimana suatu negara, agama, sebuah kelompok etnis atau suatu suku, keyakinan, simbol, perayaan, dan cara komunikasi tradisional, penciptaan, penyimpanan, penanganan, komunikasi, pelestarian dan pengarsipan data, informasi dan pengetahuan, menggunakan teknologi. Sebuah elemen penting dari pemahaman literasi informasi adalah kesadaran tentang bagaimana faktor budaya berdampak secara positif maupun negatif dalam hal penggunaan informasi modern dan teknologi komunikasi
    6.   Information literacy, erat kaitannya dengan pembelajaran untuk belajar, dan berpikir kritis, yang menjadi tujuan pendidikan formal, tapi sering tidak terintegrasi ke dalam kurikulum, silabus dan rencana pelajaran, kadang-kadang di beberapa negara lebih sering menggunkan istilah information competencies atau information fluency atau bahkan istilah lain.

      Pembelajaran Membaca dan Menulis di Kelas Rendah

Membaca di sekolah dasar dibagi menjadi dua penggalan. Untuk kelas rendah (1-3) membaca permulaan, dan untuk kelas tinggi (4-6) membaca lanjut. Keberhasilan pembelajaran membaca, bergantung kepada guru. Melalui pengajaran membaca, guru membukakan cakrawala pengetahuan siswa. Siswa diajak untuk menjelajah dunia pengetahuan yang luas. Peranan ini akan semakin besar di masa yang akan datang di mana segala informasi akan disampaikan melalui tulisan.

Ada beberapa prinsip pengajaran membaca menurut Heilman (Djuanda dan Resmini, 2007) yang harus diperhatikan oleh guru diantaranya: a) membaca adalah proses berbahasa, siswa yang akan belajar membaca harus memahami hubungan membaca dengan bahasannya, b) setiap periode pengajaran membaca, siswa harus membaca dan mendiskusikan sesuatu yang dipahaminya, c) perbedaan siswa harus jadi pertimbangan utama dalam pengajaran membaca, d) guru yang membaca harus menggunakan pendekatan yang bervariasi, tidak ada metode pengajaran membaca yang paling baik, tetapi setiap metode tergantung karakteristik siswa dan didasarkan pada perbedaan-perbedaan individual, e) tidak ada siswa yang harus dipaksa membaca pada saat dia tidak mampu, dan f) perhatian pada siswa waktu membaca seharusnya ditekankan pada pencegahan bukan penyembuhan. Masalah-masalah membaca seharusnya diketahui sejak awal dan dibenahi sebelum siswa kita gagal agar pengajaran membaca lebih efektif.

Membaca tidak hanya sebagai kegiatan melisankan bahasa tulis, namun merupakan sebagai suatu keterampilan yang kompleks dan melibatkan serangkaian keterampilan yang lebih kecil lainnya berupa aspek-aspek dalam membaca. Merujuk pada Broghton dkk(Tarigan, 2008, hlm. 13) secara garis besar terdapat dua aspek penting yang berupa keterampilan dalam membaca yaitu sebagai berikut.
     1)     Mechanical skills atau keterampilan bersifat mekanis, yang dianggap ada pada tahap yang masih rendah dalam membaca (lower order). Aspek ini mencakup hal-hal berikut :
    (a)  pengenalan bentuk khusus;
    (b)  pengenalan berbagai unsur linguistik (fonem, kata, frase, klausa, kalimat dan lain-lain);
    (c)  pengenalan hubungan pola ejaan dan bunyi atau keterampilan menyuarakan bahan tertulis;
    (d)  kecepatan membaca bertaraf rendah.
     2)     Comprehension skills atau keterampilan yang bersifat pemahaman, dianggap berada pada tahapan atau urutaan yang lebih tinggi dalam membaca (higher order). Aspek ini mencakup hal-hal berikut :
     (a)  memahami pengertian sederhana;
    (b)  memahami makna, maksud dan tujuan pengarang;
    (c)  evaluasi atau penilaian isi dan bentuk;
    (d)  kecepatan membaca yang fleksibel, dalam arti dapat dengan mudah disesuaikan dengan keadaan.

Keterampilan yang bersifat pemahaman adalah keterampilan yang harus dimiliki siswa ketika mereka sudah memasuki tahapan membaca lanjut di kelas tinggi, sedangkan untuk membaca permulaan di kelas rendah, terlebih dahulu siswa harus memiliki keterampilan yang bersifat mekanis. Dalam mencapai tujuan yang terkandung pada keterampilan mekanis, maka aktivitas yang paling sesuai adalah dengan membaca nyaring (oral reading) atau membaca dengan menyuarakan apa yang dibaca. Sedangkan untuk keterampilan pemahaman, maka yang paling tepat adalah membaca dalam hati (silent reading) yang dapat dibagi atas membaca ekstensif (extensive reading) dan membaca intensif (intensive reading). Untuk selanjutnya membaca ekstensif mencakup pula membaca survei, membaca sekilas, dan membaca dangkal, sedangkan membaca intensif dapat pula dibagi dua jenis, yang pertama membaca telaah isi; mencakup membaca teliti, pemahaman, kritis, dan ide. Kedua, membaca telaah bahasa yang mencakup membaca bahasa asing dan membaca sastra.

Selain dari membaca, menulis juga merupakan komponen penggunaan bahasa yang harus diajarkan di sekolah dasar. Tujuan menulis secara spesifik adalah 1). Siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat, pengalaman, dan perasaan secara tertulis dengan jelas, 2). Siswa mampu menyampaikan informasi secara tertulis sesuai dengan konteks dan keadaan, 3). Siswa memiliki kegemaran menulis, 4). Siswa mampu memanfaatkan unsur-unsur kebahasaan karya sastra dan menulis (depdikbud, 1994). Seperi halnya membaca, menurut tingkatannya menulis diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu a). menulis permulaan (kelas 1 dan 2) serta b). menulis lanjut (kelas 3-6).

Menurut pendapat Saleh Abbas (2006, hlm. 125), keterampilan menulis adalah kemampuan mengungkapkan gagasan, pendapat, dan perasaan kepada pihak lain dengan melalui bahasa tulis. Ketepatan pengungkapan gagasan harus didukung dengan ketepatan bahasa yang digunakan, kosakata dan gramatikal dan penggunaan ejaan. Dalam menulis permulaan, tujuannya adalah agar siswa dapat menulis kata-kata dan kalimat sederhana dengan tepat. Pada menulis permulaan siswa diharapkan untuk dapat memproduksi tulisan yang dapat dimulai dengan tulisan eja. Contoh tulisan e,d,f,k,j,dan dapat berupa suku kata seperti su-ka, ma-ta, ha-rus, lu-ka serta dalam bentuk kalimat sederhana.

Seperti halnya membaca permulaan, menulis permulaan juga dapat menggunakan metode-metode seperti metode abjad, metode suku kata, metode global dan metode SAS. Menulis permulaan (dengan huruf kecil) di kelas rendah bertujuan agar siswa memahami cara menulis permulaan dengan ejaan yang benar dan mengomunikasikan ide/pesan secara tertulis, materi pelajaran menulis permulaan di kelas rendah disajikan secara bertahap dengan menggunakan pendekatan huruf, suku kata, kata-kata atau kalimat. Menulis permulaan (dengan huruf besar pada awal kalimat) di kelas II tujuannya yaitu agar siswa memahami cara menulis permulaan dengan ejaan yang benar dan mengkomunikasikan ide /pesan secara tertulis, untuk memperkenalkan cara menulis huruf besar di kelas II SD mempergunakan pendekatan spiral maksudnya huruf demi huruf diperkenalkan secara berangsur-angsur sampai pada akhirnya semua huruf dikuasai oleh para siswa. Kemampuan menulis yang diperoleh siswa di kelas I dan kelas II tersebut akan menjadi dasar pembelajaran menulis di kelas-kelas berikutnya.

Kemampuan menulis permulaan tidak jauh berbeda dengan kemampuan membaca permulaan. Pada tingkat dasar atau permulaan, pembelajaran menulis lebih diorientasikan pada kemampuan yang bersifat mekanik. Anak-anak dilatih untuk dapat menuliskan (mirip dengan kemampuan melukis atau menggambar) lambang-lambang tulis yang jika dirangkaikan dalam sebuah struktur, lambang-lambang itu menjadi bermakna. Selanjutnya dengan kemampuan dasar ini, secara perlahan-lahan anak-anak digiring pada kemampuan menuangkan gagasan, pikiran, perasaan, ke dalam bentuk bahasa tulis melalui lambang-lambang tulis yang dikuasainya.Inilah kemampuan menulis yang sesungguhnya.

Untuk kemampuan menulis di kelas rendah, kurikulum 2004 menetapkan standar kompetensi sebagai berikut: Siswa mampu menulis beberapa kalimat yang dibuat sendiri dengan huruf lepas dan huruf sambung, menulis kalimat yang didiktekan guru, dan menulis rapi menggunakan huruf sambung. Standar kompetensi ini diturunkan menjadi beberapa kompetensi dasar, yaitu:
    1.   Membiasakan sikap menulis yang benar (memegang dan menggunakan alat tulis dengan benar).
    2.   Menjiplak dan menebalkan.
    3.   Menyalin.
    4.   Menulis permulaan.
    5.   Menulis beberapa kalimat dengan huruf sambung.
    6.   Menulis kalimat yang didiktekan guru.
    7.   Menulis dengan huruf sambung.

      Definisi Lirik Lagu

Lirik Lagu merupakan ekspresi seseorang tentang suatu hal yang sudah dilihat, didengar maupun dialaminya. Dalam mengekspresikan pengalamannya, penyair atau pencipta Lagu melakukan permainan kata-kata dan bahasa untuk menciptakan daya tarik dan kekhasan terhadap lirik atau syairnya. Permainan bahasa ini dapat berupa permainan vokal, gaya bahasa maupun penyimpangan makna kata dan diperkuat dengan penggunaan melodi dan notasi musik yang disesuaikan dengan lirik lagunya sehingga pendengar semakin terbawa dengan apa yang dipikirkan pengarangnya (Awe, 2003, hlm. 51).

Definisi lirik atau syair Lagu dapat dianggap sebagai puisi begitu pula sebaliknya. Hal serupa juga dikatakan oleh Jan van Luxemburg (1989) yaitu definisi mengenai teks-teks puisi tidak hanya mencakup jenis-jenis sastra melainkan juga ungkapan yang bersifat pepatah, pesan iklan, semboyan-semboyan politik, syair-syair lagu pop dan doa-doa. Jika definisi lirik lagu dianggap sama dengan puisi, maka harus diketahui apa yang dimaksud dengan puisi. Puisi menurut Rachmat Djoko Pradopo (1990) merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting dan digubah dalam wujud yang berkesan. Sedangkan menurut Herman J. Waluyo (1987) mengatakan puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa pada struktur fisik dan struktur batinnya.

Dari definisi di atas, sebuah karya sastra merupakan karya imajinatif yang menggunakan bahasa sastra. Maksudnya bahasa yang digunakan harus dibedakan dengan bahasa sehari-hari atau bahkan bahasa ilmiah. Bahasa sastra merupakan bahasa yang penuh ambiguitas dan memiliki segi ekspresif yang justru dihindari oleh ragam bahasa ilmiah dan bahasa sehari-hari (Awe, 2003, hlm. 49). Karena sifat yang ambigu dan penuh ekspresi ini menyebabkan bahasa sastra cenderung untuk mempengaruhi, membujuk dan pada akhirnya mengubah sikap pembaca (Wellek & Warren, 1989, hlm. 14-15).

Lagu yang terbentuk dari hubungan antara unsur musik dengan unsur syair atau lirik lagu merupakan salah satu bentuk komunikasi massa. Pada kondisi ini, lagu sekaligus merupakan media penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dalam jumlah yang besar melalui media massa. Pesan dapat memiliki berbagai macam bentuk, baik lisan maupun tulisan. Lirik lagu  memiliki bentuk pesan berupa tulisan kata-kata dan kalimat yang dapat digunakan untuk menciptakan suasana dan gambaran imajinasi tertentu kepada pendengarnya sehingga dapat pula menciptakan makna-makna yang beragam.

Dalam fungsinya sebagai media komunikasi, lagu juga sering digunakan sebagai sarana untuk mengajak bersimpati tentang realitas yang sedang terjadi maupun atas cerita-cerita imajinatif. Dengan demikian lagu juga dapat digunakan untuk bebagai tujuan, misalnya menyatukan perbedaan, pengobar semangat seperti pada masa perjuangan, bahkan lagu dapat digunakan untuk memprovokasi atau sarana propaganda untuk mendapatkan dukungan serta mempermainkan emosi dan perasaan seseorang dengan tujuan menanamkan sikap atau nilai yang kemudian dapat dirasakan orang sebagai hal yang wajar, benar dan tepat.
            
Oleh karena bahasa dalam hal ini kata-kata, khususnya yang digunakan dalam lirik lagu tidak seperti bahasa sehari-hari dan memiliki sifat yang ambigu dan penuh ekspresi ini menyebabkan bahasa cenderung untuk mempengaruhi, membujuk dan pada akhirnya mengubah sikap pembaca (Wellek & Warren, 1989, hlm. 14-15). Maka untuk menemukan makna dari pesan yang ada pada lirik lagu, digunakanlah metode semiotika yang notabene merupakan bidang ilmu yang mempelajari tentang sistim tanda. Mulai dari bagaimana tanda itu diartikan, dipengaruhi oleh persepsi dan budaya, serta bagaimana tanda membantu manusia memaknai keadaan sekitarnya. 

      Lagu sebagai Media Penanaman Budaya Literasi

Bagi siswa sekolah dasar, khususnya siswa kelas rendah, diperlukan suatu daya tarik khusus yang harus diberikan guru agar siswa memiliki minat yang tinggi terhadap suatu bahan bacaan. Sistim bunyi yang berbeda, keadaan psikis yang mempengaruhi saat belajar, lingkungan sekitar tempat belajar, dan perbedaan fasilitas akan mempengaruhi konsep pemahaman di antara para siswa. Banyak teori yang menyebutkan bahwa kondisi psikis atau kejiwaan seseorang sangat mempengaruhi hasil dari suatu pembelajaran. Jika seseorang merasa senang dan nyaman, biasanya seseorang akan lebih cepat belajar karena motivasi dan dorongan yang dirasakan lebih besar. Sistem bunyi yang berbeda dan keadaan psikis yang berbeda dapat ditimbulkan dari sebuah lagu.

Lagu merupakan sebuah teks yang dinyanyikan. Lagu berasal dari sebuah karya tertulis yang diperdengarkan dengan iringan musik. Mereka yang mendengarkan lagu bisa merasa sedih, senang, bersemangat, dan perasaan emosi lain karena efek dari lagu yang begitu menyentuh. Selain itu, lagu mampu menyediakan sarana ucapan yang secara tidak sadar disimpan dalam memori di otak. Keadaan ini yang justru menjadikan proses pembelajaran menjadi tidak kaku, dan terkesan dikondisikan, yang kadang dalam beberapa hal tidak disenangi oleh siswa. Sebelum berbicara tentang keefektifan lagu sebagai media dalam pembelajaran bahasa, berikut adalah beberapa definisi tentang lagu yang dikemukakan oleh Jamalus (1988, hlm. 5).
1.      lagu adalah karya seni yang dinyanyikan dengan diiringi alat musik.
2.      Lagu adalah sekumpulan kata-kata, puisi pendek yang dinyanyikan, biasanya diiringi musik.
Encyclopedia of Americana (1998) menyebutkan bahwa lagu adalah karya musikal pendek, dengan teks yang puitis, yang sama sama pentingnya antara musik dan kata-kata. Karya itu bisa tertulis, beberapa dalam bentuk suara dan biasanya diiringi dengan instrument.
            Menurut Brewster dkk (2002, hlm. 162), ada banyak keuntungan menggunakan lagu sebagai learning resource, di antaranya adalah sebagai berikut:
1.      Lagu merupakan linguistic resource. Dalam hal ini lagu menjadi media pengenalan bahasa baru sekaligus menjadi penguatan tata bahasa dan kosakata. Lagu mempresentasikan bahasa yang sudah dikenali siswa dalam bentuk yang baru dan menyenangkan. Lagu juga memungkinkan adanya pengulangan bahasa secara alamiah dan menyenangkan. Dengan demikian, lagu dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan semua keterampilan bahasa secara integrative.
2.      Lagu merupakan affective/psychological resource. Selain menyenangkan, lagu juga mampu memotivasi siswa sekaligus memupuk attitude yang positif. Lagu bukan merupakan hal yang menakutkan atau mengancam bagi siswa. Bahkan lagu bisa membantu meningkatkan rasa percaya diri siswa.
3.      Lagu merupakan cognitive resource. Lagu membantu meningkatkan daya ingat, konsentrasi juga koordinasi. Siswa menjadi lebih sensitive terhadap tanda rima sebagai alat bantu untuk memaknai makna.
4.      Lagu bisa menjadi culture resource dan sosial resource.

Dengan menggunakan lagu dalam pembelajaran membaca dan menulis permulaan di kelas rendah, diharapkan siswa dapat memiliki motivasi yang lebih tinggi berkenaan dengan usaha yang berasal dari dalam dirinya untuk memiliki kemampuan membaca dan menulis yang baik dan benar, sehingga pada akhirnya secara tidak langsung telah terjadi proses penanaman budaya literasi dasar yakni kemampuan, kebiasaan dan kecintaan pada dunia baca tulis.

      Pembelajaran Menulis dan Membaca dengan Menggunakan Lagu

Berdasarkan beberapa teori yang memaparkan keefektifan lagu dalam pembelajaran bahasa, maka dapat dirancang sebuah pembelajaran membaca dan menulis di kelas rendah dengan menggunakan lagu. Sebelum menggunakan lagu untuk mengajar, Brewster (2002, hlm. 172) menyarankan beberapa hal berikut terkait framework penggunaan lagu untuk pengajaran bahasa.
1.      Buatlah konteks, dalam hal ini guru perlu menjelaskan tujuan serta latar belakang informasi.
2.      Ajarkan terlebih dahulu kosakata yang dianggap penting dengan menggunakan alat bantu visual, aksi/gerakan, realita atau benda tiruan, boneka, dan sebagainya.
3.      Perdengarkan kaset atau nyanyikan lagu sehingga siswa bisa menyimak, menunjukkan kefahaman mereka dan mulai akrab dengan irama dan nada.
4.      Lakukan kegiatan listening lanjutan.
5.      Perhatikan pengucapan misalnya mengidentifikasi pola intonasi, dan kata yang diberi tekanan.
6.      Ajak siswa untuk menyimak, mengulangi, dan berlatih menyanyikan dan belajar lagu tersebut. Beri semangat agar mereka menggunakan gerakan tubuh, ekspresi muka dan sebagainya.
7.      Beri catatan tertulis teks lagu. Terkait dengan hal ini guru tidak lantas harus memberikan catatan lengkap lagu yang diajarkannya. Guru bisa mengemasnya ke dalam aktivitas menarik dan berorientasi pembelajaran. Misalnya, siswa diminta membuat lagu versi mereka sendiri (mengubah sesuai konteks), siswa bisa menyimak dan melengkapi bagian lagu yang dihilangkan terlebih dahulu, mengurutkan lagu, menyusun kata-kata dari 2 lagu yang berbeda, menjodohkan gambar dengan tulisan, dan sebagainya.
8.      Ajak siswa untuk membandingkannya dengan tipe yang sejenis di bahasa ibu mereka, ataupun bahasa nasional.
9.      Menampilkannya baik secara bersama, individu, kelompok, berpasangan.

Berikut adalah contoh sederhana prosedur pembelajaran yang menggunakan lagu pada kegiatan membaca dan menulis permulaan di kelas rendah.
1.      Memilih lagu yang sesuai, sudah dikenal dengan baik atau yang disukai oleh siswa kelas rendah, hal ini bisa dilakukan dengan bertanya jawab terlebih dulu dengan siswa mengenai lagu yang mereka sukai.
2.      Guru menceritakan/bertanya jawab terlebih dulu mengenai isi lagu yang akan dinyanyikan. Hal ini akan berfungsi untuk menarik minat siswa terhadap lagu.
3.      Menyanyikan lagu bersama siswa, dengan memberi contoh secara langsung menyanyikannya atau memperdengarkannya melalui audio.
4.      Memperhatikan pengucapan kata-kata di dalam lagu oleh siswa, pastikan mereka mengucapkan kata demi kata dalam lagu dengan benar.
5.      Menambahkan gerakkan tubuh dan ekspresi muka ketika menyanyikan lagu.
6.      Memberi catatan tertulis teks lagu dan meminta siswa untuk membaca teks lagu tanpa irama.
7.      Meminta siswa untuk menuliskan lirik lagu dengan tulisan yang rapih.

KESIMPULAN

Literasi merupakan beragam kecakapan yang dimiliki seseorang dengan didasari kemampuan membaca dan menulis, sehingga memiliki berbagai kemampuan lainnya yang berguna untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan memasuki era persaingan global. Dalam budaya literasi yang dapat ditanamkan di kelas rendah melalui pembelajaran membaca dan menulis dengan menggunakan lirik lagu, kompetensi literasi siswa yang harus diperhatikan yang pertama adalah membaca dan menulis dengan percaya diri, lancar, dan paham. Kedua, memiliki minat dalam kata-kata, makna kata, dan kosakatanya berkembang. Ketiga, memahami suara dan system ejaan serta menggunakannya untuk membaca dan mengeja secara akurat. Dan keempat adalah memiliki tulisan tangan yang fasih dan terbaca.

Tingkatan literasi yang harus dicapai oleh siswa sekolah dasar khususnya di tingkat kelas rendah, adalah berada pada tingkat performatif, ia mampu membaca dan menulis, serta berbicara dengan simbol-simbol yang digunakan (bahasa). Adapun dalam model literasi, pembelajaran membaca dan menulis permulaan di sekolah dasar termasuk pada model basic literacy, atau yang terkadang disebut Literasi Fungsional (Functional Literacy) dan merupakan kemampuan dasar literasi atau sistem belajar konvensional seperti bagaimana membaca, menulis, dan melakukan perhitungan numerik. Di situlah ranah literasi yang dapat dikembangkan dan mulai ditanamkan pada siswa sekolah dasar, khususnya di kelas rendah.

Dalam mengembangkan pembelajaran yang berbasis literasi, guru pun perlu memperhatikan prinsip pendidikan literasi, yakni literasi melibatkan interpretasi, kolaborasi, konversi, pengetahuan kultural, pemecahan masalah, refleksi diri, dan melibatkan penggunaan bahasa. Apabila dikaitkan dengan pembelajaran membaca dan menulis di kelas rendah, tentu harus memperhatikan pula prinsip/pola pengajaran yang sesuai. Membaca permulaan di kelas rendah, terlebih dahulu siswa harus memiliki keterampilan yang bersifat mekanis. Dalam mencapai tujuan yang terkandung pada keterampilan mekanis, maka aktivitas yang paling sesuai adalah dengan membaca nyaring (oral reading) atau membaca dengan menyuarakan apa yang dibaca. Keterampilan membaca secara mekanis tersebut mencakup pengenalan bentuk khusus; pengenalan berbagai unsur linguistik (fonem, kata, frase, klausa, kalimat dan lain-lain); pengenalan hubungan pola ejaan dan bunyi atau keterampilan menyuarakan bahan tertulis; dan memperhatikan kecepatan membaca yang bertaraf rendah/lambat. Kemampuan menulis permulaan tidak jauh berbeda dengan kemampuan membaca permulaan. Pada tingkat dasar atau permulaan, pembelajaran menulis lebih diorientasikan pada kemampuan yang bersifat mekanik. Kompetensi yang harus dimiliki siswa kelas rendah pada proses menulis permulaan adalah membiasakan sikap menulis yang benar (memegang dan menggunakan alat tulis dengan benar), menjiplak dan menebalkan, menyalin, menulis permulaan, menulis beberapa kalimat dengan huruf sambung, menulis kalimat yang didiktekan guru, dan menulis dengan huruf sambung.

Untuk melaksanakan suatu pembelajaran membaca dan menulis permulaan di kelas rendah, dapat digunakan lirik lagu sebagai bahan bacaan dan tulisan siswa. Lirik lagu  memiliki bentuk pesan berupa tulisan kata-kata dan kalimat yang dapat digunakan untuk menciptakan suasana dan gambaran imajinasi tertentu kepada pendengarnya sehingga dapat pula menciptakan makna-makna yang beragam. Dalam fungsinya sebagai media komunikasi, lagu dapat digunakan sebagai sarana untuk mengajak bersimpati tentang realitas yang sedang terjadi maupun atas cerita-cerita imajinatif. Dengan demikian lagu juga dapat digunakan untuk bebagai tujuan, misalnya menyatukan perbedaan, menggugah semangat, serta melibatkan emosi dan perasaan seseorang dengan tujuan menanamkan sikap atau nilai yang kemudian dapat dirasakan orang sebagai hal yang wajar, benar dan tepat.
ada banyak keuntungan menggunakan lagu sebagai learning resource, di antaranya adalah sebagai berikut:

Dengan menggunakan lagu dalam pembelajaran membaca dan menulis di kelas rendah, ada banyak keuntungan yang dapat diperoleh: 1) Lagu merupakan linguistic resource. Dalam hal ini lagu menjadi media pengenalan bahasa baru sekaligus menjadi penguatan tata bahasa dan kosakata. 2) Lagu merupakan affective/psychological resource. Selain menyenangkan, lagu juga mampu memotivasi siswa sekaligus memupuk attitude yang positif, 3) Lagu merupakan cognitive resource. Lagu membantu meningkatkan daya ingat, konsentrasi juga koordinasi. Dan 4). Lagu bisa menjadi culture resource dan sosial resource.

Pada akhirnya, dengan memperhatikan berbagai teori yang ada, seorang guru dapat merancang prosedur pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan menggunakan lirik lagu sebagai upaya penanaman budaya literasi di kelas rendah. Contoh sederhana prosedur pembelajaran menggunakan lagu pada kegiatan membaca dan menulis permulaan di kelas rendah, dapat dilakukan dengan cara memilih lagu yang sesuai, sudah dikenal dengan baik atau yang disukai oleh siswa kelas rendah, menceritakan/bertanya jawab terlebih dulu mengenai isi lagu yang akan dinyanyikan, menyanyikan lagu bersama siswa, dengan memberi contoh secara langsung menyanyikannya atau memperdengarkannya melalui audio, merhatikan pengucapan kata-kata di dalam lagu oleh siswa, pastikan mereka mengucapkan kata demi kata dalam lagu dengan benar, mambahkan gerakkan tubuh dan ekspresi muka ketika menyanyikan lagu, memberi catatan tertulis teks lagu dan minta siswa membaca teks lagu tanpa irama, dan meminta siswa untuk menuliskan lirik lagu dengan tulisan yang rapih.


DAFTAR PUSTAKA

         Abbas, S. (2006). Pembelajaran bahasa indonesia yang efektif di sekolah. dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
        
         Ali, H.M. (2014). Literasi sebagai budaya mencerdaskan bangsa. [Online]. Diakses dari https://haidarism.wordpress.com/2014/02/18/literasi-sebagai-budaya-mencerdaskan-bangsa/

Ardianto, A. (2015). Membumikan budaya Literasi di sekolah. [Online]. Diakses dari http://guraru.org/guru-berbagi/membumikan-budaya-literasi-di-sekolah-2/

Awe, Mokko. 2003. Iwan Fals: Nyanyian di tengah kegelapan. Yogyakarta: Ombak

Brewster, J., Ellis, G., & Girard, D. (2002). The primary english teacher’s guide. England: Penguin English.

Dewi, R. R. (2015). Konsep dasar menulis permulaan [Online]. Diakses dari http://rinitarosalinda.blogspot.co.id/2015/02/konsep-dasar-menulis-permulaan.html

Djuanda, D. (2008). Pembelajaran keterampilan berbahasa indonesia di sekolah dasar. Bandung: Pustaka Latifah.

Djuanda, D., dan Resmini, N. (2007). Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Bandung: UPI Press.

Encyclopedia of Americana (1998) [Online] https://searchworks. stanford. edu/ view/3934669

Herman J. Waluyo. (1987). Teori dan apresiasi puisi. Jakarta: Erlangga.

Jamalus. (1988). Pengajaran musik melalui pengalaman musik. Jakarta: Depdikbud.

Kern, R. (2000). Literacy and language teaching. Oxford: Oxford University Press.

Musthafa, B. (2014). Literasi Dini dan Literasi Remaja: Teori, Konsep, dan Praktik. Bandung: Crest.

Nurgiyantoro, B. (2013). Teori pengkajian sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pradopo, Rachmat Djoko. (1990). Pengkajian puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Salman, A.H. (2011). Mungkinkah membangun budaya literasi pembelajaran bahasa arab di indonesia? [Online] Diakses dari http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=38

Tarigan, H.G. (2008). Membaca sebagai suatu keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa

UNESCO Education Sector, “The Plurality of Literacy and its implications for Policies and Programs”: (Paris: United National Educational, Scientific and Cultural Organization), 2004, hal.13, [Online]. Diakses dari http://unesdoc.unesco.org/images/0013/001362/136246e.pdf

Wellek, R. & Warren, A. (1989). Theory of literature, 3rd edition. New York:  Lexington: University Press of Kentucky.
Wray, D. (2002). Teaching literacy effectively in the primary school. London: RoutlegdeFalmer 11 New Fetter Lane.


Artikel Terkait

Kumpulan administrasi kelas SD / MI Kelas 1 - 6 tahun pelajaran 2019/2020

s 1, kelas 2, ompetasar, KTSP, Kurikulum 2013. Salam Pendidikan Sahabat guru yang berbahagia,  pada artikel kali in...

My photo
Guru Sekolah Dasar sejak Tahun 2015 di Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta